tag:blogger.com,1999:blog-73699855469893420542024-02-20T15:30:11.185-08:00this is my blog piepurple......semoga bermanfaat...evie mayliahttp://www.blogger.com/profile/08733486436573366975noreply@blogger.comBlogger10125tag:blogger.com,1999:blog-7369985546989342054.post-62370956090454277322010-03-14T05:17:00.000-07:002010-03-14T05:18:04.325-07:00Progam Kerja MenlhDari info yang saya dapat program kerja menteri lingkungan hidup salah satu nya adalah :<br />• Program Kali bersih<br />Prokasih merupakan program kerja pengendalian pencemaran air sungai untuk meningkatkan kualitas air sungai agar berfungsi sesuai peruntukannya. Ditetapkan sungai prokasih, dilakukan di ruas sungai prokasih.<br /><br /><br /><span class="fullpost"><br /><br />Azas Pelestarian :<br />Azas pelaksanaan prokasih adalah pelestarian fungsi lingkungan perairan sungai untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan manusia.<br /><br />Tujuan : <br />a. Terciptanya kualitas air sungai yang baik, sehingga dapat meningkatkan fungsi sungai dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan<br />b. Terciptanya sistem kelembagaan yang mampu melaksanakan pengendalian pencemaran air secara efektif dan efesien<br />c. Terwujudnya kesadarn dan tanggung jawab masyarakat dalam pengendalian pencemaran air<br />Pendekatan :<br />a. Pengendalian sumber pencemaran yang strategis, dan dilakukan secara bertahap dalm suatu program kerja<br />b. Pelaksanaan program kerja sesuai dengan tingkat kemampuan kelembagaan yang ada<br />c. Pelaksanaan dan hasil program kerja harus terukur dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat<br />d. Penerapan penataan dan penegakan hukum dalam pengendalian pencemaran air<br /><br />Sasaran :<br />a. Meningkatnya kualitas air sungai pada setiap sungai prokasih minimal bakumutu air sesuai dengan peruntukannya<br />b. Menurunkan beban limbah dari tiap sumber pencemar, sampai minimal memenuhi baku mutu air limbah<br />c. Menguatkan sistem kelembagaan dalam pelaksanaan prokasih<br /><br />• Program Langit Biru<br />Program langit biru adalah program pengendalian pencemaran udara<br />- Sumber bergerak<br />- Sumber tidak bergerak<br />- Emisi<br />Lingkup dan sasaran :<br />Menetukan penetapan kebjakan teknis, koordinasi, bimbingan teknis, evaluasi dari hasil pemantauan baik untuk sumber bergerak dan sumber tidak bergerak.<br />Tujuan :<br />a. Terciptanya mekanisme kerja dalam pengendalian pencemaran udara yang berdayaguna dan berhasilguna<br />b. Terkendalinya pencemaran udara<br />c. Tercapainya kualitas udara ambien yang diperlukan untuk kesehatan manusia dan makhluk lainnya<br />d. Terwujudnya perilaku manusia sadar lingkungan<br /> Sumber Referensi :<br />http://psl.ums.ac.id/Web_Based/pdf/09-PROKASIH&LANGIT_BIRU.pdf. Diakses Tanggal 13 Maret 2010.<br /><br /> </span>evie mayliahttp://www.blogger.com/profile/08733486436573366975noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7369985546989342054.post-60830151817395512142010-03-12T20:44:00.000-08:002010-03-12T20:45:21.682-08:00Cara Mengetahui air tercemar atau tidak ??Cara mengetahui air tercemar atau tidak Dari pengetahuan yang saya dapat air dikatakan tidak tercemar harus memenuhi syarat tertentu yaitu syarat dari fisik, kimiawi dan bakteriologi.<br />Mengingat betapa pentingnya air bersih untuk kebutuhan manusia, maka kualitas air tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu :<br /><br /><span class="fullpost"><br /><br />1. Syarat fisik, antara lain:<br />a. Air harus bersih dan tidak keruh<br />b. Tidak berwarna<br />c. Tidak berasa<br />d. Tidak berbau<br />e. Suhu antara 10?-25? C (sejuk)<br />2. Syarat kimiawi, antara lain:<br />a. Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun<br />b. Tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan<br />c. Cukup yodium<br />d. pH air antara 6,5 – 9,2<br />3. Syarat bakteriologi, antara lain:<br />Tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit.<br /><br />Pada umumnya kualitas air baku akan menentukan besar kecilnya investasi instalasi penjernihan air dan biaya operasi serta pemeliharaannya. Sehingga semakin jelek kualitas air semakin berat beban masyarakat untuk membayar harga jual air bersih.<br />Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 173/Men.Kes/Per/VII/1977, penyediaan air harus memenuhi kuantitas dan kualitas, yaitu:<br />a. Aman dan higienis.<br />b. Baik dan layak minum.<br />c. Tersedia dalam jumlah yang cukup.<br />d. Harganya relatif murah atau terjangkau oleh sebagian besar masyarakat<br /><br />Parameter yang ada digunakan untuk metode dalam proses perlakuan, operasi dan biaya. Parameter air yang penting ialah parameter fisik, kimia, biologis dan radiologis (Hartono.A.J, Teknologi Membran Pemurnian Air, 1994 ), yaitu sebagai berikut:<br />Parameter Air Bersih Fisika Kimia Biologi Radiologi,<br />1. Kekeruhan<br />2. Warna<br />3. Rasa & bau<br />4. Endapan<br />5. Temperatur<br />6. Organik, antara lain: karbohidrat, minyak/ lemak/gemuk, pestisida, fenol, protein, deterjen, dll.<br />7. Anorganik, antara lain: kesadahan, klorida, logam berat, nitrogen, pH, fosfor,belerang, bahan-bahan beracun.<br />8. Gas-gas, antara lain: hidrogen sulfida, metan, oksigen. 1. Bakteri<br />9. Binatang<br />10. Tumbuh-tumbuhan<br />11. Protista<br />12. Virus<br /><br />Sumber referensi :<br />Allafa89. 2008. Air Bersih. http://one.indoskripsi.com/node/6062. Diakses tanggal 13 Maret 2010<br /><br /> </span>evie mayliahttp://www.blogger.com/profile/08733486436573366975noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7369985546989342054.post-30017108253776779382010-03-12T19:45:00.000-08:002010-03-12T19:46:35.190-08:00Peraturan Air LimbahKEPUTUSAN<br />MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP<br />NOMOR 112 TAHUN 2003<br />TENTANG<br />BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK<br />MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,<br /><br />Menimbang : <br />bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik;<br /><br /><span class="fullpost"><br />Mengingat : <br />1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);<br />2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);<br />3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);<br />4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);<br />5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan<br />Lembaran Negara Nomor 4161);<br />6. Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara;<br /><br />M E M U T U S K A N :<br />Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP<br />TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK.<br />Pasal 1<br />Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :<br />1. Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama;<br />2. Baku mutu air limbah domestik adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan;<br />3. Pengolahan air limbah domestik terpadu adalah sistem pengolahan air limbah yang dilakukan secara bersama-sama (kolektif) sebelum dibuang ke air permukaan;<br />4. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.<br /><br />Pasal 2<br />(1) Baku mutu air limbah domestik berlaku bagi usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan dan apartemen.<br />(2) Baku mutu air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku untuk pengolahan air limbah domestik terpadu.<br /><br />Pasal 3<br />Baku mutu air limbah domestik adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran<br />Keputusan ini.<br /><br />Pasal 4<br />Baku mutu air limbah domestik dalam keputusan ini berlaku bagi :<br />a. semua kawasan permukiman (real estate), kawasan perkantoran, kawasan perniagaan, dan apartemen;<br />b. rumah makan (restauran) yang luas bangunannya lebih dari 1000 meter persegi; dan<br />c. asrama yang berpenghuni 100 (seratus) orang atau lebih.<br /><br />Pasal 5<br />Baku mutu air limbah domestik untuk perumahan yang diolah secara individu akan ditentukan kemudian.<br /><br />Pasal 6<br />(1) Baku mutu air limbah domestik daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini.<br />(2) Apabila baku mutu air limbah domestik daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum ditetapkan, maka berlaku baku mutu air limbah domestik sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini.<br /><br />Pasal 7<br />Apabila hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau hasil kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan dari usaha dan atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mensyaratkan baku mutu air limbah domestik lebih ketat, maka diberlakukan baku mutu air limbah domestik sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan .<br /><br />Pasal 8<br />Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan dan apartemen wajib :<br />a. melakukan pengolahan air limbah domestik sehingga mutu air limbah domestik yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang telah ditetapkan;<br />b. membuat saluran pembuangan air limbah domestik tertutup dan kedap air<br />sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan.<br />c. membuat sarana pengambilan sample pada outlet unit pengolahan air imbah.<br /><br />Pasal 9<br />(1) Pengolahan air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dilakukan secara bersama-sama (kolektif) melalui pengolahan limbah domestik terpadu.<br />(2) Pengolahan air limbah domestik terpadu harus memenuhi baku mutu limbah domestik yang berlaku<br /><br />Pasal 10<br />(1) Pengolahan air limbah domestik terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menjadi tanggung jawab pengelola.<br />(2) Apabila pengolahan air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam ayat<br />(1) tidak menunjuk pengelola tertentu, maka tanggung jawab pengolahannya berada pada masing-masing penanggung jawab kegiatan<br /><br />Pasal 11<br />Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dalam izin pembuangan air limbah domestik bagi usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.<br /><br />Pasal 12<br />Menteri meninjau kembali baku mutu air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun.<br /><br />Pasal 13<br />Apabila baku mutu air limbah domestik daerah telah ditetapkan sebelum keputusan ini :<br />a. lebih ketat atau sama dengan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini, maka baku mutu air limbah domestik tersebut tetap berlaku;<br />b. lebih longgar dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini, maka baku mutu air limbah domestik tersebut wajib disesuaikan dengan Keputusan ini selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Keputusan ini.<br /><br />Pasal 14<br />Pada saat berlakunya Keputusan ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah domestik bagi usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan ini.<br /><br />Pasal 15<br />Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.<br />Ditetapkan di: Jakarta<br />pada tanggal : 10 Juli 2003<br />Menteri Negara<br />Lingkungan Hidup,<br /><br />Sumber refernsi: http://hukum.unsrat.ac.id/lh/menlh_9_2007.pdf. Diakses tanggal 13 Maret 2010.<br /><br /><br /><br /> </span>evie mayliahttp://www.blogger.com/profile/08733486436573366975noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7369985546989342054.post-88451144241237840942010-03-11T23:59:00.000-08:002010-03-12T00:01:16.125-08:00Perda Kal-Sel tentang Pencermaran airPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN <br />NOMOR 2 TAHUN 2006 <br />TENTANG <br />PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN <br />PENCEMARAN AIR <br />DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA <br />GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,<br /><br />Menimbang :<br />a. bahwa air sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dimanfaatkan <br />untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, perlu dikelola dan dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat sebagai sumber dan penunjang kehidupan; <br />b. bahwa dalam upaya menjaga kualitas air agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, perlu dikelola dan ditanggulangi kerusakannya melalui pengelolaan dan pengendalian pencemaran air; <br />c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;<br /><br /><br /><span class="fullpost"><br /><br />Mengingat :<br /><br />1. Undang-Undang Nomar 15 Tahun 1956 jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106); <br />2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); <br />3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); <br />4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); <br />5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); <br />6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); <br />7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); <br />8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225); <br />9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226); <br />10. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3445) <br />11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3838); <br />12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3952 ); <br />13. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4161 ); <br />14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2000 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 Nomor 13); <br />15. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 Nomor 14); <br />Dengan Persetujuan Bersama<br />DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH <br />PROVINSI KALIMANTAN SELATAN <br />dan <br />GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN <br />MEMUTUSKAN : <br />Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN <br />SELATAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN <br />PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.<br /><br />BAB I <br />KETENTUAN UMUM<br /><br />Pasal 1<br />Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : <br />1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan. <br />2. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan. <br />3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. <br />4. Bupati adalah Bupati se-Kalimantan Selatan. <br />5. Walikota adalah Walikota se-Kalimantan Selatan. <br />6. Instansi yang membidangi Lingkungan Hidup adalah Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian lingkungan hidup. <br />7. Air adalah semua air yang terdapat di atas, dan di bawah permukaan tanah, kecuali air, laut dan air fosil. <br />8. Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. <br />9. Sumber Air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. <br />10. Pengelolaan Kualitas Air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya. <br />11. Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur, dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Perundangundangan yang berlaku. <br />12. Kelas Air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak, untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. <br />13. Kriteria Mutu Air adalah tolak ukur mutu air untuk setiap kelas air. <br />14. Status Mutu Air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu, dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan. <br />15. Mutu Air Sasaran adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dan atau upaya lainnya dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. <br />16. Daya Tampung Beban Pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. <br />17. Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan. <br />18. Air Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. <br />19. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi, atau komponen yang ada bagi zat atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. <br />20. Limbah Cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha dan atau kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. <br />21. Limbah Rumah Tangga adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan dari rumah tangga. <br />22. Instalasi Pengolah Air Limbah yang selanjutnya disebut IPAL adalah instalasi pengolah air limbah yang berfungsi untuk mengolah air limbah-limbah cair yang diharapkan menghasilkan effluent sesuai dengan baku mutu air yang diizinkan.<br />BAB II <br />WEWENANG<br /><br />Pasal 2<br />(1) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi : <br />a. mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota; <br />b. menyusun rencana pendayagunaan air sesuai fungsi ekonomis, ekologis, nilai-nilai agama dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat; <br />c. merencanakan potensi pemanfaatan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis;<br />(2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi : <br />a. sumber air lintas Kabupaten / Kota; <br />b. menetapkan daya tampung beban pencemaran; <br />c. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran; <br />d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah untuk aplikasi pada tanah; <br />e. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air; <br />f. memantau kualitas air pada sumber air; <br />g. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.<br />BAB III <br />HAK DAN KEWAJIBAN<br /><br />Pasal 3<br />Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang berhak : <br />a. mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik; <br />b. mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air; <br />c. berperan serta dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;<br />Pasal 4<br />Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang wajib : <br />a. mencegah dan mengendalikan terjadinya pencemaran air; <br />b. memulihkan kualitas air akibat pencemaran; <br />c. melakukan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya air.<br />Pasal 5<br />Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan wajib memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan pengelolaan kualiatas air dan pengendalian pencemaran air.<br />Pasal 6<br />Pemerintah Daerah wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.<br />BAB IV <br />INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI<br /><br />Pasal 7<br />Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi sumber air, Gubernur melalui instansi terkait menetapkan pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran.<br />Pasal 8<br />(1) Hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disampaikan kepada Gubernur paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun. <br />(2) Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menetapkan pedoman pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air<br />BAB V <br />PENGELOLAAN KUALITAS AIR<br /><br />Bagian Pertama <br />Klasifikasi Mutu Air<br /><br />Pasal 9<br />(1) Klasifikasi Mutu Air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas : <br />a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; <br />b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana / sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan dengan kegunaan tersebut; <br />c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; <br />d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;<br />(2) Kriteria mutu air dari tiap kelas peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundangundangan.<br />Pasal 10<br />(1) Peruntukan air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, digunakan sebagai dasar untuk penetapan baku mutu air dengan prioritas pemanfaatan : <br />a. air minum; <br />b. air untuk kebutuhan rumah tangga; <br />c. air untuk peternakan, pertanian, dan perkebunan; <br />d. air untuk industri; <br />e. air untuk irigasi; <br />f. air untuk pertambangan; <br />g. air untuk usaha perkotaan; <br />h. air untuk kepentingan lainnya. <br />(2) Urutan peruntukan pemanfaatan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan kondisi setempat.<br />Bagian Kedua <br />Baku Mutu Air<br /><br />Pasal 11<br />(1) Air pada semua mata air dan pada sumber air yang berada pada kawasan lindung, harus dilindungi mutunya agar tidak menurun kualitasnya yang disebabkan oleh kegiatan manusia. <br />(2) Kriteria mutu air sesuai rencana pendayagunaan air didasarkan pada hasil pengkajian peruntukan air. <br />(3) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada pedoman yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan. <br />Bagian Ketiga <br />Pemantauna Kualitas Air<br />Pasal 12<br />Pemantauan kualitas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten / Kota dalam satu Provinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota. <br />Bagian Keempat <br />Status Mutu Air<br />Pasal 13<br />(1) Status mutu air ditentukan dengan cara membandingkan mutu air dengan baku mutu air. <br />(2) Status mutu air dinyatakan : <br />a.cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air; <br />b. baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air. <br />(3) Tingkat status mutu air dilakukan dengan perhitungan tertentu yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundang-undangan. <br /><br /><br />Bagian Kelima <br />Pengujian Kualitas Air<br /><br />Pasal 14<br />(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah di akreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air. <br />(2) Pengujian kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara periodik dan terus-menerus serta pada kondisi tertentu. <br />(3) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk menteri.<br />Pasal 15<br />Gubernur menetapkan laboratoriumrujukan di tingkat Provinsi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.<br />BAB VI <br />PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR<br /><br />Bagian Pertama <br />Perlindungan Kualitas Air<br /><br />Pasal 16<br />(1) Perlindungan kualitas air dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas air dan sumber air terhadap kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan alam. <br />(2) Perlindungan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh instansi yang berwenang. <br />Bagian Kedua <br />Pencegahan Pencemaran Air<br />Pasal 17<br />Pencegahan pencemaran air merupakan upaya untukmenjaga agar kualitas air pada sumber air tetap dapat dipertahankansesuai baku mutu air yang ditetapkan dan atau upaya peningkatan mutu air pada sumber air.<br />Bagian Ketiga <br />Penanggulangan Pencemaran Air<br /><br />Pasal 18<br />Penanggulangan pencemaran air dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya pencemaran pada sumber air melalui pengendalian debit air pada sumber air dan melokalisasi sumber pencemaran pada sumber air.<br />Bagian Keempat <br />Pemulihan Kualitas Air<br /><br />Pasal 19<br />(1) Pemulihan kualitas air merupakan upaya mengembalikan atau meningkatkan mutu air sesuai mutu air sebelum terjadinya pencemaran pada sumber air. <br />(2) Kegiatan pemulihan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui : <br />a. pengendalian debit pada sumber air; <br />b. penggelontoran; <br />c. pembersihan sumber air dan lingkungan sekitarnya.<br />Bagian Kelima <br />Daya Tampung Beban Pencemaran Air<br /><br />Pasal 20<br />(1) Gubernur sesuai kewenangannya menetapkan daya tampung pencemaran pada sumber air. <br />(2) Penetapan daya tampung dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dana, sumber daya manusia, ilmu pengetahuan serta teknologi. <br />(3) Daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali. <br />(4) Dalam hal daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum ditetapkan sesuai ketentuan pada ayat (3), penentuan persyaratan pembuangan air limbah ke sumber air ditetapkan berdasarkan baku mutu air yang telah ditetapkan pada sumber air yang bersangkutan.<br />Bagian Keenam <br />Baku Mutu Air Limbah<br /><br />Pasal 21<br />(1) Dalam rangka pengamanan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air agar tidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu air limbah. <br />(2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.<br />Pasal 22<br />(1) Masuknya suatu unsur pencemaran ke dalam sumber-sumber air yang tidak jelas tempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu air limbah, dikendalikan pada faktor penyebabnya. <br />(2) Perhitungan beban pencemaran masing-masing kegiatan ditentukan dengan mengukur kadar parameter pencemar dan volume air limbah yang bersangkutan.<br />Bagian Ketujuh <br />Baku Mutu Air Sasaran<br /><br />Pasal 23<br />(1) Dalam rangka peningkatan mutu air pada sumber air perlu ditetapkan baku mutu air sasaran. <br />(2) Baku mutu air sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan agar mutu air pada sumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya. <br />(3) Peningkatan mutu air sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terus ditingkatkan secara terhadap sampai mencapai kualitas baku mutu yang baik.<br />BAB VII <br />PERSYARATAN PERIZINAN<br /><br />Pasal 24<br />(1) Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan air limbah ke sumber-sumber air yang melintasi Kabupaten / Kota dan berpotensi menimbulkan dampak pada sumber air harus mendapat izin dari Bupati / Walikota setelah berkoordinasi dengan Gubernur. <br />(2) Syarat-syarat perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : <br />a. peta lokasi pembuangan air limbah skala 1 : 5.000; <br />b. membuat bangunan saluran pembuangan air limbah melalui IPAL, sarana bak kontrol untuk memudahkan; <br />c. konstruksi bangunan dan saluran pembuangan air limbah wajib mengikuti petunjuk teknis yang diberikan oleh Instansi Teknis; <br />d. mengolah limbah cair sampai kepada batas syarat baku mutu yang telah ditentukan, sebelum dibuang ke sumber-sumber air; <br />e. memberikan izin kepada pengawas untuk memasuki lingkungan usaha atau kegiatan dalam melaksanakan tugasnya guna memeriksa peralatan pengolah limbah beserta kelengkapannya; <br />f. wajib menyampaikan laporan kepada Gubernur melalui Kepala Bapedalda tentang mutu limbah cair setiap 1 (satu) bulan sekali dari hasil laboratorium lingkungan yang ditunjuk; <br />g. menanggung biaya pengambilan contoh dan pemeriksaan kualitas mutu air limbah yang dilakukan oleh pengawas secara berkala serta biaya penanggulangan dan pemulihan yang disebabkan oleh pencemaran air akibat usaha / kegiatannya; <br />h. persyaratan khusus yang ditetapkan untuk masing-masing usaha kegiatan yang membuang air limbah ke sumber-sumber air atau media lingkungan lainnya. <br />(3) Bupati / Walikota dapat menetapkan persyaratan lain yang sesuai dengan kewenangannya.<br />BAB VIII <br />PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMANTAUAN<br /><br />Bagian Pertama Pembinaan<br /><br />Pasal 25<br />(1) Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan kepada penanggungjawab usaha atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. <br />(2) Pemerintah Provinsi melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga. <br />(3) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu. <br />(4) Pembangunan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. <br />Bagian Kedua <br />Pengawasan dan Pemantauan<br />Pasal 26<br />(1) Gubernur melakukan pengawasan dan pemantauan mutu air pada sumber air dan sumber pencemaran. <br />(2) Dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat menunjuk instansi yang tugas dan fungsinya membidangi masalah lingkungan hidup atau pengendalian dampak lingkungan. <br />(3) Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pemantauan melibatkan Pemerintah Kabupaten / Kota, dan instansi terkait lainnya.<br />Pasal 27<br />Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dilakukan oleh instansi terkait meliputi : <br />a. pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air; <br />b. pengumpulan dan evaluasi data yang berhubungan dengan pencemaran air; <br />c. evaluasi laporan tentang pembuangan air limbah dan analisisnya yang dilakukan oleh penanggungjawab kegiatan; <br />d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.<br />Pasal 28<br />Pelaksana tugas pengawasan dan pemantauan kualitas air limbah pada sumber pencemaran, dilakukan oleh instansi terkait sesuai kewenangannya meliputi : <br />a. memeriksa kondisi peralatan pengolahan dan atau peralatan lain yang diperlukan untuk mencegah pencemaran lingkungan ; <br />b. mengambil contoh air limbah pada sumber pencemaran ; <br />c. meminta keterangan yang diperlukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas air limbah yang dibuang termasuk proses pengolahannya ; <br />d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.<br />BAB IX <br />PERAN SERTA MASYARAKAT<br /><br />Pasal 29<br />(1) Setiap orang mempunyai peran yang sama untuk mendapatkan air dengan tetap memperhatikan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian. <br />(2) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air dan mencegah serta menanggulangi pencemaran air. <br />(3) Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upaya peningkatan mutu air pada sumber-sumber air dengan penyampaian informasi dan memberikan saran dan atau pendapat.<br />BAB X <br />SANKSI ADMINISTRASI<br /><br />Pasal 30<br />Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 20 dan Pasal 21, Gubernur berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.<br />BAB XI <br />PEMBIAYAAN<br /><br />Pasal 31<br />(1) Pembiayaan pengendalian pencemaran air dan sumber-sumber air akibat usaha dan atau kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan. <br />(2) Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. <br />(3) Dalam keadaan force majeure, Pemerintah Daerah dapat menyediakan pembiayaan untuk penanggulangannya sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.<br />BAB XII <br />KETENTUAN PIDANA<br /><br />Pasal 32<br />Barangsiapa melakukan kegiatan dan atau tindakan yang mengakibatkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.<br />BAB XIV <br />KETENTUAN LAIN-LAIN<br /><br />Pasal 33<br />Pemerintah Provinsi dapat menetapkan Peraturan Daerah Provinsi untuk mengatur : <br />a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota ; <br />b. baku mutu air yang lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); <br />c. baku mutu air limbah daerah, dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu limbah nasional.<br />BAB XV <br />KETENTUAN PEMELIHARAAN<br /><br />Pasal 34<br />(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati / Walikota. <br />(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air dari Bupati / Walikota.<br />BAB XVI <br />KETENTUAN PENUTUP<br /><br />Pasal 35<br />Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.<br />Pasal 36<br />Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. <br /><br />Pada tanggal : 15 Maret 2006<br />GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,<br />H . RUDY ARIFFIN<br /><br />Sumber :<br />Anomin. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. http://www.kalselprov.go.id/start-download/perda-tahun-2006/51-perda-no-2-tahun-2006. Diakses tanggal 12 Maret 2010.<br /><br /> </span>evie mayliahttp://www.blogger.com/profile/08733486436573366975noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7369985546989342054.post-39333073107385160252010-03-11T21:02:00.000-08:002010-03-11T21:05:49.924-08:00PP No. 82 Tahun 2001PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA<br />NOMOR 82 TAHUN 2001<br />TENTANG<br />PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN<br />PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br /><br />Menimbang <br />a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan;<br />b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup clan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;<br />c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air clan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperlihatkan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis;<br />d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, clan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;<br /><br /><br /><span class="fullpost"><br />Mengingat <br />1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945;<br />2. Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);<br />3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentangPengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);<br />4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);<br /><br /><br /><br />MEMUTUSKAN:<br />Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN<br />KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.<br />BAB 1<br />KETENTUAN UMUM<br />Pasal 1<br />Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan<br />1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah kecuali air laut dan air fosil;<br />2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, Sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara;<br />3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjadi agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya;<br />4. Pengendalian rnncemaran air adalah upaya pencegahan dan penangulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air;<br />5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;<br />6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu;<br />7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air;<br />8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitasnya, dan atau fungsi ekologis;<br />9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air;<br />10. Status mutu air adalah tingkat . kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan;<br />11. Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan mannusia, sehinga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;<br />12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung didalam air atau ,air limbah;<br />13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar;<br />14. Air Iimbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair;<br />15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaanya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;<br />16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/ Kepala Lembaga Pemerintah Nondepartemen;<br />17. Orang adalah orang perseorangan,dan atau kelompok orang dan atau badan hukum ;<br />18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.<br /><br />Pasal 2<br />(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemmaran<br />air diselengarakan secara terpadu dengan pendekatan<br />ekosistem.<br />(2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)<br />dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan,<br />pengawasan, dan evaluasi.<br /><br />Pasal 3<br />Penyelengaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian<br />pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,<br />dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan<br />peraturan perundang - undangan.<br /><br />Pasal 4<br />(1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas<br />air yang dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam<br />kondisi alamiahnya.<br /> (2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin<br />kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui<br />upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air<br />serta pemulihan kualitas air.<br />(3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud<br />dalam ayat (1) dilakukan pada :<br />a. sumber yang terdapat di dalam hutan lindung;<br />b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan<br />c. akuifer air tanah dalam<br />(4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana<br />dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di luar ketentuan<br />sebagaimana dimaksud didalam ayat (3).<br />(5) Ketentuan mengenai pencemaran kualitas air sebagaimana<br />dimaksud dalam ayat (3) huruf c ditetapkan dengan<br />peraturan perundang - undangan .<br /><br />BAB II<br />PENGELOLAAN KUALITAS AIR<br />Bagian Pertama<br />Wewenang<br />Pasal 5<br />(1) Pemerintah dilakukan pengelolaan kualitas air lintas<br />propinsi dan atau lintas bataas negara.<br />(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan<br />kualitas air lintas Kabupaten / Kota.<br />(3) Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengelolaan<br />kualitas air di Kabupaten / Kota.<br /><br />Pasal 6<br />Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air<br />sebagamana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat<br />menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah<br />Kabupaten / Kota yang bersangkutan.<br /><br />Bagian Kedua<br />Pendayagunaan Air<br />Pasal 7<br />(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah<br />Kabupaten / Kota menyusun rencana pendayagunaan air.<br />(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana,<br />dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan fungsi<br />ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat<br />istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat<br />(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud<br />dalam ayat<br />(1) meliputi potensi pemanfaatan atau penggunaan air,<br />pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik<br />kualitas maupun kuailtitas dan atau fungsi ekolosis.<br />Bagian Ketiga<br />Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air<br />Pasal 8<br />(1) Klasifikasi mutu<br />air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :<br />file:///D|/%23DATA%20BPLHD%202008/Perundangan/Peraturan%20Pemerintah/PP_%20No_82%202001.htm (6 of 31) [10/02/2009 10:57:44]<br />PP. No.82 2001<br />a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan<br />untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang<br />imempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan<br />tersebut;<br />b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan<br />untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan<br />air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan<br />atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air<br />yang sama dengan kegunaan tersebut;<br />c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan<br />untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk<br />imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang<br />mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan<br />tersebut;<br />d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan<br />untuk mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang<br />mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan<br />tersebut.<br />(2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud<br />dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan<br />Pemerintah ini.<br /><br />Pasal 9<br />(1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8<br />pada;<br />a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah<br />Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara<br />ditetapkan dengan Keputusan Presiden.<br />b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah<br />Kabupaten / Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah<br />Propinsi.<br />c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota<br />ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota .<br />file:///D|/%23DATA%20BPLHD%202008/Perundangan/Peraturan%20Pemerintah/PP_%20No_82%202001.htm (7 of 31) [10/02/2009 10:57:44]<br />PP. No.82 2001<br />(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)<br />diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan<br />oleh Pemerintah ,Pemerintah Propinsi, dan atau<br />Peinerintah Kabupaten / Kota berdasarkan wewenangnya<br />sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang<br />berlaku.<br />(3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang<br />bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana<br />dimaksud dalam ayat (1) huruf a.<br />(4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air<br />sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh<br />Menteri.<br />Bagian Keempat<br />Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air,Dan Status Mutu<br />Air<br /><br />Pasal 1 0<br />Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian<br />kelas air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 8 dan Pasal 9.<br /><br />Pasal 1 1<br />(1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih<br />ketat dan atau penambahan parameter pada air yang lintas<br />Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air<br />yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.<br />(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)<br />ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan<br />memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.<br /><br />Pasal 12<br />(1) Pemerintah propinsi dapat menetapkan;<br />a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas<br />yang ditetapkan sebagamiana dimaksud dalam Pasal 9<br />ayat (1); dan atau<br />b.Tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu<br />air sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 ayat (2).<br />(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)<br />ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.<br />(3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan<br />parameter baku mutu air sebagaimana dalam ayat (1)<br />ditetapkan dengan Keputusan Menteri.<br /><br />Pasal 13<br />(1) Pemantauan kualitas air pada<br />a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota<br />dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten / Kota;<br />b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah<br />Kabupaten / Kota dalam satu propinsi dikoordinasikan oleh<br />Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing<br />Pemerintah Kabupaten / Kota;<br />c sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah<br />propinsi dan atau sumber air yang merupakan lintas batas<br />negara kewenangan pemantauannya berada pada<br />Pemerintah.<br />file:///D|/%23DATA%20BPLHD%202008/Perundangan/Peraturan%20Pemerintah/PP_%20No_82%202001.htm (9 of 31) <br />[10/02/2009 10:57:44]<br />PP. No.82 2001<br />(2) Pemerintah dapat menugaskan Propinsi Propinsi yang<br />bersangkutan untuk melakukan pemantauan kualitas air<br />pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)<br />huruf c.<br />(3) Pemantauan kualitas air sebagamana dimaksud dalam ayat<br />(1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam )bulan sekali.<br />(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)<br />huruf a dan huruf b, disampaikan kepada Menteri.<br />(5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air<br />ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.<br /><br />Pasal 14<br />(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan;<br />a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku<br />mutu air ;<br />b. kondisi baik , apabila mutu air memenuhi baku mutu air.<br />(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik<br />status mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan<br />pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut<br />dengan Keputusan Menteri.<br /><br />Pasal 15<br />(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar;<br />maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah<br />Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masingmasing<br />melakukan upaya penanggulangan pencemaran<br />dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air<br />sasaran.<br />file:///D|/%23DATA%20BPLHD%202008/Perundangan/Peraturan%20Pemerintah/PP_%20No_82%202001.htm (10 of 31) [10/02/2009 10:57:44]<br />PP. No.82 2001<br />(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka<br />pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah<br />Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masingmasing<br />mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas<br />air.<br /><br />Pasal 16<br />(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah<br />diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air<br />limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.<br />(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium<br />sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka analisis<br />mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium<br />yang ditunjuk Menteri.<br /><br />Pasal 1 7<br />(1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau<br />mutu air Iimbah dari dua atau lebih laboratoriummaka<br />dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.<br />(2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)<br />dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium<br />rujukan nasional.<br /><br />BAB Ill<br />PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR<br />Bagian Pertama<br />Wewenang<br />Pasal 18<br />(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada<br />sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.<br />(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran<br />air pada sumber air yailg lintas Kabupaten / Kota.<br />(3) Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengendalian<br />pencemaran air pada sumber air yang berada pada<br />Kabupaten / Kota.<br /><br />Pasal 19<br />Pemerintah dalam melakukanpengendalian pencemaran air<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat<br />menugaskan Pemerintah propinsi atau Pemerintah<br />Kabupaten / Kota yang bersangkutan.<br /><br />Pasal 20<br />Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah<br />Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masingmasing<br />dalam rangka pengendalian pencemaran air pada<br />sumber air berwenang:<br />a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;<br />b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber<br />pencemar;<br />c. menetapkan persyaratan air Iimbah untuk aplikasi pada<br />tanah;<br />d. menetapkan persyaratan pembuangan air Iimbah ke air<br />atau sumber air;<br />e. memantau kwalitas air pada sumber air; dan<br />f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan<br />mutu air.<br /><br />Pasal 21<br />(1) Baku mutu air Iimbah nasional ditetapkan dengan<br />Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan<br />dari instansi terkait.<br />(2) Baku mutu air Iimbah daerah ditetapkan dengan Peraturan<br />Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat<br />dari baku mutu air Iimbah nasional sebagaiimana dimaksud<br />dalam ayat (1).<br />(3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang<br />dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah<br />Kabupaten / Kota disampaikan kepada Menteri secara<br />berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. 1<br />(4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan<br />Menteri.<br /><br />Pasal 22<br />Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan<br />nasional pengendalian pencemaran air.<br /><br />Pasal 23<br />(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air<br />ditetapkan daya. tampunng beban pencemmaran air pada<br />sumber air.<br />(2) Penetapan daya tampung beban pencemaran<br />sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara<br />berkala sekurangkurangnya<br />5 (Iima) tahun sekali.<br />(3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud<br />dalam ayat (1) dipergunakan untuk<br />a. pemberian izin lokasi;<br />b. pengelolaan air dan sumber air ;<br />c. penetapan rencana tata ruang ;<br />d. pemberian izin pembuangan air limbah;<br />e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja<br />pengendalian pencemaran air.<br />(4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran<br />sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan<br />Keputusan Menteri.<br /><br />Bagian Kedua<br />Retribusi Pembuangan Air Limbah<br />Pasal 24<br />(1) Setiap orang yang membuang air Iimbah ke prasarana dan<br />atau sarana pengelolaan air Iimbah yang disediakan oleh<br />Pemerintah Kabupatenl / Kota dikenakan retribusi.<br /> (2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan<br />dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.<br /><br />Bagian Ketiga<br />Penangulangan Darurat<br />Pasal 25<br />Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana<br />penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat<br />dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.<br /><br />Pasal 26<br />Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 25, maka penangung jawab usaha dan atau<br />kegiatan wajib melakukan penangulangan dan pemulihan.<br /><br />BAB IV<br />PELAPORAN<br />Pasal 27<br />(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya<br />pencemaran ,air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang<br />berwenang.<br />(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan<br />sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat<br />a. tanggal pelaporan;<br />b. waktu dan tempat;<br />c. peristiwa yang terjadi;<br />d. sumber penyebab;<br />e. perkiraan dampak.<br />(3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan<br />sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam iangka waktu<br />selambatlambatnya<br />3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal<br />diterimanya laporan, wajib meneruskanya kepada Bupati /<br />Walikota / Menteri.<br />(4) Bupati / Walikota / Menteri sebagaimana dimaksud dalam<br />ayat (3) wa,iib negeri melakukan verifikasi untuk<br />mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran<br />terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya<br />pencemaran air<br />(5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat<br />(4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka<br />Bupati / Walikota / Menteri wajib memerintahkan<br />penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk<br />menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran airr<br />serta dampaknya.<br /><br />Pasal 28<br />Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan<br />tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam<br />Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati / walikota / Menteri<br />dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk<br />melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab<br />usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.<br /><br />Pasal 29<br />Setiap penanggung,jawab usaha dan atau kegiatan atau<br />pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan<br />penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas<br />air, wajib menyaimpaikan laporannya kepada Bupati /<br />Walikota / Menteri.<br /><br />BAB V<br />HAK DAN KEWAJIBAN<br />Bagian Pertama<br />Hak<br />Pasal 30<br />(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air<br />yang baik.<br />(2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk<br />mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan<br />pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran<br />air.<br />(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam<br />rangka pengelolaan , kualitas air dan pengendalian<br />pencemaran air sesuai peraturan perundang - undangan<br />yang berlaku.<br /><br />Bagian Kedua<br />Kewajiban<br />Pasal 31<br />Setiap orang wajib :<br />a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)<br />b. mengendalikaan pencemaran air pada sumber air<br />sebagaimana dimaksud didalam Pasal 4 ayat (4).<br /><br />Pasal 32<br />Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan<br />berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat<br />mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolan kualitas air<br />dan pengendalian pencemaran air.<br /><br />Pasal 33<br />Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah<br />Kabupaten / Kota wajib memberikan lnformasi<br />kepadamasyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan<br />pengendalian pencemaran air.<br /><br />Pasal 34<br />(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib<br />menyampaikan laporan tentang penataan persyaratan izin<br />aplikasi air limbah pada tanah<br />(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib<br />menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin<br />pembuangan air Iimbah ke air atau sumber air.<br />(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat<br />(2) wajib disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 3<br />(tiga) bulan kepada Bupati /Walikota dengan tembusan<br />disampaikan kepada Menteri.<br />(4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana<br />dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan<br />Keputusan Menteri.<br /><br />BAB VI<br />PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN<br />PEMBUANGAN AIR LIMBAH<br />Bagian Pertama<br />Pemanfaatan Air Limbah<br />Pasal 35<br />(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan<br />air Iimbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib<br />mendapat izin tertulis dari Bupat / Walikota.<br />(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)<br />didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak<br />Lingkungan atau kajan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan<br />Upaya Pemantauan Lingkungan .<br />(3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan<br />oleh Bupati / Walikota dengan memperhatian pedoman<br />yang ditetapkan oleh Menteri.<br />Pasal 36<br />(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air<br />limbah ke tanah aplikasi pada tanah.<br />(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)<br />sekurang -kurangnya :<br />a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan<br />tanaman ;<br />b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan<br />c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.<br />(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam<br />ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada<br />Bupati / Walikota.<br />(4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian<br />yang diajukan oleh pemkarssa sebagaimana dimaksud<br />dalam ayat (3)<br /> (5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud<br />dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air<br />limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak<br />lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin<br />pemanfaatan air limbah<br />(6) Penerbitan pemanfaatan air limbah sebagaimana<br />dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu<br />selambat-selambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja<br />terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin<br />(7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat<br />(1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.<br /><br />Bagian kedua<br />Pembuangan Air Limbah<br />Pasal 37<br />Setiap penanggung usaha dan atau kegiatan yang<br />membuang air limbah ke air atau sumber air wajib<br />mencegah dan menangulangi terjadinya pencemaran air<br /><br />Pasal 38<br />(1) Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang<br />membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati<br />persyaratan yang ditetapkan dalam izin<br />(2) Dalam persyaratan izin Pembuangan air Iimbah<br />sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) waiib dicantumkan<br />a. kewajiban untukmengoloa Iimbah;<br />b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh<br />dibuang ke media lingkungan ;<br />c. persyaratan cara pembuangan air limbah ;<br />d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur<br />penanggulamgan keadaan darurat ;<br />e.persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan<br />debit air limbah ;<br />f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan<br />analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya<br />dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau<br />kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai<br />dampak lingkungan ;<br />g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu atau<br />pelepasan dadakan ;saat<br />h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam<br />upaya penataan batas kadar yang diperyaratkan ;<br />i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk<br />melaporkan hasil swapantau.<br />(3) Dalam penetapan peryaratan sebagaimana dimaksud<br />dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif,<br />Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari<br />lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang<br />tenaga atom.<br /><br />Pasal 39<br />(1) Bupati / Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah<br />yang diinginkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38<br />ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran<br />pada sumber air ;<br />(2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana<br />dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka<br />batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan<br />berdasarkan bku mutu air limbah nasional sebagaimana<br />dimaksud dalam pasal 21 ayat (1)<br /><br />Pasal 40<br />(1) Setiap usaha dan kegiatan yang akan membuang air<br />limbah ke air atau sumber air wajib mendapatkan izin<br />tertulis dari Bupati / Walikota.<br />(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)<br />didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak<br />Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan<br />dan Upaya Pemantauan Lingkungan.<br /><br />Pasal 41<br />(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air<br />limbah ke air atau sumber air.<br />(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)<br />meliputi sekurang-kurangnya :<br />a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan<br />tanaman<br />b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan<br />c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.<br />(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam<br />ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada<br />Bupati / Walikota .<br />(4) Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian<br />yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud<br />dalam ayat (3).<br />(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana diamksud<br />dalam ayat (4) menunjukakan bahwa pembuangan air<br />limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka<br />Bupati / Walikota menerbitkan izin pembungan air limbah.<br />(6) Penerbitan izin pembungan air limbah sebagaimana<br />dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu<br />selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh ) hari terhitung<br />sejak tanggal diterimanya permohonan izin.<br /> (7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan<br />pembungan air limbah ditetapkan oleh Bupati /Walikota<br />dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan Mentei<br />(8) Pedoman kajian pembungan air limbah sebagaimana<br />dimaksudkan dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan<br />Keputusan Menteri<br /><br />Pasal 42<br />Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau<br />gas ke dalam air dan sumber air.<br />BAB VII<br />PEMBINAAN DAN PENGAWASAN<br />Bagian Pertama<br />Pembinaan<br />Pasal 43<br />(1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten /<br />Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan<br />penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam<br />pengelolaan kualitas air dan pengendaliaan pencemaran air.<br />(2) Pembinaan sebagaimana dimaksudkan dalam yat (1)<br />meliputi:<br />a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundangundangan<br />yang berkaitan dengan pengelola lingkungan<br />hidup;<br />b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif<br />(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten /<br />Kota melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan<br />pengelolaan air limbah rumah tangga.<br /> (4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana<br />dimaksud dalam ayat (3) dapat dilakukan oleh pemerintah<br />Propinsi, pemerintah Kabupaten / Kota dengan<br />membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah<br />rumah tangga terpadu.<br />(5) Pembangunan saran dan prasarana sebagaimana<br />dimaksud dalam ayat (4) dapat dilakukan melalui kerja<br />sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan<br />perundang -undangan yang berlaku.<br /><br />Bagian Kedua<br />Pengawasan<br />Pasal 44<br />(1) Bupati / Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap<br />penataan persyaratan yang tercantum dalam izin<br />sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2)<br />(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam<br />ayat (1) dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan<br />daerah.<br /><br />Pasal 45<br />Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan<br />melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan<br />yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau<br />kegiatan.<br /><br />pasal 46<br />(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas<br />lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasa 44 ayat (2)<br />dan pasal 45 berwenag:<br />a.melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan,<br />pemotretan, perekaman audio visual, dan pengukuran;<br />b. meminta keterangan kepada masyarakat yang<br />berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan,<br />kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat;<br />c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat<br />catatan yang diperlukan, antara lain dokumen perizinan,<br />dokumen AMDAL, UKI, UPL, data hasil swapantau,<br />dokumen surat keputusan organisasi perusahaan;<br />d. memasuki tempat tertentu;<br />e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air<br />limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolog;<br />f'. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses<br />produksi, utilitas, dan instansi pengolahan limbah;<br />g. memeriksa instansi, dan atau alat transportasi;<br />(2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud<br />dalam ayat (1) huruf c meliputi pembuatan denah, sketsa,<br />gambar, peta, dan atau dekripsi yang diperlukan dalam<br />pelaksanaan tugas pengawasan.<br /><br />pasal 47<br />Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib<br />memperlihatkan surat tugas dan atau tanda pengenal.<br /><br />BAB VIII<br />SANKSI<br />Bagian Pertama<br />Sanksi Administrasi<br />Pasal 48<br />Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatn yang<br />melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 32,<br />Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40,dan Pasal<br />42, Bupati / Walikota berwenang menjatuhkan sanksi<br />administrasi.<br /><br />Pasal 49<br />Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang<br />melanggar ketentuan Pasal 25, Bupati / Walikota / Mentri<br />berwenang menerapkan paksaan pemerintahan atau uang<br />paksa.<br /><br />Bagian Kedua<br />Ganti Kerugian<br />Pasal 50<br />(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran<br />dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan<br />kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup,<br />mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan<br />untuk membayar ganti kerugian dan aatau melakukan<br />tindakan tertentu.<br />(2) Selain pembeban untuk melakukan tindakkan tertentu<br />sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim dapat<br />menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari<br />keterlambatan penyelesaian tindakkan tertentu tersebut.<br /><br />Bagian Ketiga<br />Sanksi Pidana<br />Pasal 51<br />Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31,<br />Pasal 32, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 41, Pasal 42, yang<br />mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan<br />pidana sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 41, pasal<br />42, pasal 43, pasal 44, pasal 45, pasal 46, pasal 47<br />Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang<br />Pengelolaan Lingkungan Hidup.<br /><br />BAB IX<br />KETENTUAN PERALIHAN<br />Pasal 52<br />Baku mutu air limbah untuk jenis usah dan atau kegiatan<br />tertentu yang telah ditetapkan oleh daerah, tetap berlaku<br />sepanjang tidak bertentangan dengan PeraturanPemerintah<br />ini.<br /><br />Pasal 53<br />(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air<br />limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka<br />waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan<br />Pemerintah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah<br />pada tanah dari Bupati / Walikota.<br />file:///D|/%23DATA%20BPLHD%202008/Perundangan/Peraturan%20Pemerintah/PP_%20No_82%202001.htm (27 of 31) [10/02/2009 10:57:44]<br />PP. No.82 2001<br />(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi<br />belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau<br />sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak<br />diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib<br />memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau<br />sumber air Bupati / Walikota.<br /><br />BAB X<br />KETENTUAN PENUTUP<br />Pasal 54<br />Penetapan daya tampung beben pencemaran<br />sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (3) wajib<br />ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga ) tahun sejak<br />diundangkannya Peraturan Pemerintah ini<br /><br />Pasal 55<br />Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana<br />dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 12 ayat (1) belum atau<br />tidak ditetapkan, berlaku kreteria mutu air untuk kelas II<br />sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan<br />Pemerintah ini sebagai baku mutu air.<br /><br />Pasal 56<br />(1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun<br />sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, baku mutu<br />air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan<br />dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini<br />(2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam<br />ayat (1) lebih ketat dddari baku mutu air dalam peraturan<br />pemerintah ini, maka baku mutu air sebelimnya tetap<br />berlaku.<br /><br />Pasal 57<br />(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan<br />baku mutu air limbahnya, maka baku mutu air limbah yang<br />berlaku di daerah tersebut dapat ditetepkan setelah<br />mendapat rekomendasi dari Menteri.<br />(2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana<br />dimaksud dalam ayat (1) ditetepkan dengan Peraturan<br />Daerah Propinsi.<br /><br />Pasal 58<br />Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua<br />peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan<br />pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air<br />yang telah ada, tetap brlaku sepanjang tidak bertentangan<br />dengan dan belum diganti berdasarkan peraturan<br />pemerintah ini.<br /><br />Pasal 59<br />Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka<br />Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang<br />Penendalian Pencemaran Air ( Lembaran Negara Tahun<br />1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor<br />3409) dinyatakan tidak berlaku.<br /><br />Pasal 60<br />Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal<br />diundangkan.<br />Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan<br />pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan<br />penempatannya dalam Lembaran Negara Republik<br />Indonesia.<br />Ditetapkan di Jakarta<br />pada tanggal 14 Desember 2001<br /><br />PRESIDEN REPUBLIK<br />INDONESIA,<br />ttd.<br />MEGAWATI SOEKARNOPUTRI<br />Diundangkan di Jakarta<br />pada tanggal 14 Desember 2001<br />SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK<br />INDONESIA,<br />ttd.<br />BAMBANG KESOWO<br /><br />Anonim. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Presiden Republik Indonesia. http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/dokumen-publikasi/doc_download/95-pp-no82-tahun-2001. Diakses tanggal 12 Maret 2010.<br /><br /><br /> </span>evie mayliahttp://www.blogger.com/profile/08733486436573366975noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7369985546989342054.post-86781847116165436832010-03-10T23:42:00.000-08:002010-03-10T23:45:35.705-08:00Kelompok 3 (Sandoz)MAKALAH<br />MUSIBAH LINGKUNGAN SANDOZ<br />(HERBISIDA)<br /><br />OLEH :<br />KELOMPOK 3<br /><br />M. ADHAR RIYAN ........ H1E109065<br />EVI MAYLIA KUSUMA H1E109003<br />LATIFAH KHAIRINA H1E109026<br />RADHIAN NUR RAHMAN .......H1E109058<br /><br /><br />DOSEN PEMBIMBING:<br />NOPI STIYATI P, S.si, MT<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL<br />UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT<br />FAKULTAS TEKNIK<br />PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN<br />BANJARBARU<br />2009<br /><br /><br /><span class="fullpost"><br /><br />KATA PENGANTAR<br /><br /><br />Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah tentang MUSIBAH LINGKUNGAN SANDOZ (HERBISIDA). Tak lupa pula salawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah mengeluarkan kita dari alam kebodohan menjadi alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.<br />Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan, serta tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara fisik maupun pikiran pada saat penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.<br />Penulis menyadari Makalah yang dibuat ini belumlah sempurna, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak sangatlah diharapkan demi penyempurnaan makalah ini, dan untuk dijadikan cermin dalam pembuatan makalah berikutnya. Dengan harapan semoga makalah ini memberi sumbangan yang berarti dan dapat berguna sebagaimana mestinya bagi semua pihak.<br /><br /><br /><br /> Banjarbaru, Februari 2009<br /> <br /> Penulis<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR ISI<br /><br />KATA PENGANTAR i <br />DAFTAR ISI ii<br />BAB I PENDAHULUAN<br />A. Latar Belakang ..................................................................... 1<br />B. Masalah ................................................................................ 2<br />C. Tujuan .................................................................................. 3 <br />BAB II PEMBAHASAN<br />A. Misteri Dibalik Terbakarnya Sandoz ……………….......... 4<br />B. Pencemaran Sungai Rhine Karena limpasan dari Sandoz <br />Chemical Plant Api di Basel, Swiss ..................................... 6 <br />C. Gugatan Yang Dilayangkan Untuk Sandoz ...................... 8<br />BAB III PENUTUP<br />A. Kesimpulan ........................................................................... 11 <br />B. Saran ..................................................................................... 11<br />DAFTAR PUSTAKA iii<br /><br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. LATAR BELAKANG<br /> Sepanjang sejarah, sungai Rhine Eropa Barat adalah sungai paling penting, baik sebagai sumber inspirasi dan kritis simpangan strategis dan komersial. Komposer Jerman Richard Wagner menggunakan sungai sebagai latar bagi siklus opera yang monumental, The Ring. Otto von Bismarck menyombongkan bahwa lagu pengadukan die wacht am Rhein itu bernilai tiga divisi ke pihak Jerman dalam Perang Perancis-Prusia. 820 mil mengalir dari Alpen Swiss ke Laut Utara, memotong sungai kursus yang sangat tampan melalui Jerman, berkelok-kelok melewati bukit-bukit ditutupi sulur-benteng dan dihiasi dengan menghunjamkan melalui ngarai terjal di St Goarshausen. Legenda mengklaim bahwa itu adalah di sini mitis Lorelei peri kehidupan, menyisir rambut emasnya dan memikat pengemudi perahu kematian mereka dengan sirene lagu. <br /> Pekan lalu, perairan bangga Eropa Barat Jalan Pintas alam yang terkontaminasi, bank yang legendaris dipenuhi ribuan bangkai ikan, belut dan burung air. Polusi adalah hasil dari kebakaran di Schweizerhalle, Swiss, dekat Basel, di sebuah gudang yang disimpan sekitar 1.200 ton bahan kimia pertanian yang mematikan. Petugas pemadam kebakaran berusaha untuk memadamkan api tidak sengaja dicuci beberapa bahan kimia ke sungai, di mana mereka segera membentuk 35 mil-jejak lama yang bergerak di hilir pada 2 mph Tak lama kemudian, semua negara-negara yang berbagi empat sungai - Swiss, Prancis, Jerman Barat dan Belanda - yang dipengaruhi oleh penyebaran momok. Pada akhir minggu jelas bahwa Eropa Barat sedang mengalami kecelakaan terburuk yang pernah ekologi. <br /> Terkena bencana ribuan Eropa. Atas dan ke bawah sungai, warga desa yang tergantung di Rhine untuk air minum dipaksa untuk mendapatkan pasokan dari truk pemadam kebakaran. Di Jerman, petani dari Karlsruhe ke dusseldorf bergegas untuk menghapus merumput ternak dari padang rumput dekat sungai. Di Strasbourg, Perancis, domba yang minum dari Rhine meninggal. Polisi di Basel dan kota-kota lain melarang semua memancing di sungai dan anak-anak sungainya sampai pemberitahuan lebih lanjut. <br /> Kemarahan tumbuh dengan cepat sebagai pejabat pemerintah dan warga negara Swiss mengkritik kebijakan pencegahan kecelakaan dan Sandoz, perusahaan yang menjalankan pabrik di mana kecelakaan terjadi. Di Jerman Barat mantan Kanselir Willy Brandt 1984 mengingat kecelakaan mematikan di sebuah pabrik Union Carbide di India dan mewah berlabel bencana "Sandoz-Bhopal." <br />B. MASALAH<br />Musibah lingkungan ini berawal dari terbakarnya sebuah gudang milik perusahaan farmasi dan agrokimia Sandoz. Awal bulan November 1986, gudang yang terletak di pinggiran Kota Basel, Swiss, ini terbakar. Padahal, di dalam gudang itu tersimpan 1.246 ton bahan kimia, sebagian besar pestisida, termasuk 12 ton herbisida yang bahan aktifnya Ethoxyethylmercury-hydroxide, yang kandungan merkurinya sekitar 15 persen. Api memporak-perandakan bangunan dan kemasan bahan kimia milik perusahaan industri kimia terbesar ketiga di Swiss itu. Tentu, barisan pemadam kebakaran segera beraksi. Ribuan galon air disemprotkan ke api, sampai padam. Celakanya, gudang itu ternyata tak memiliki saluran air tersendiri. Maka, limpasan air semprotan itu mengalir ke Sungai Rhine, yang tak jauh dari tempat itu, sambil membawa tak kurang dari 30 ton bahan beracun. <br />Belum hilang rasa kaget atas musibah itu, muncul bencana baru. Lima hari kemudian, Ciba-Geigy, perusahaan industri kimia terbesar di Swiss, teledor. Sebanyak 400 liter herbisida (obat antitanaman pengganggu) tumpah ke Rhine, tak jauh dari Basel. Keruan saja, pencemaran di hulu ini merisaukan penduduk tiga negara hilir, yang dilewati sungai itu. Rhine memang sungai internasional. Sungai ini mengalir dari Danau Bodensee, di dataran tinggi perbatasan Jer-Bar-Swiss. Keluar dari Swiss, sungai ini menjadi pembatas Jer-Bar -- Prancis, sepanjang hampir 200 kilometer. Lalu masuk Jer-Bar, melewati Bonn, Koln, dan Essen. Kemudian Rhine masuk ke Belanda, membelah Utrecht dan bercabang dua: ke arah kanan Amsterdam, ke kiri Rotterdam.<br /><br />C. TUJUAN<br />Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah agar kita semua dapat mengetahui tentang musibah lingkungan yang pernah terjadi di bumi ini, yang diakibatkan oleh terbakarnya perusahaan industri kimia terbesar ketiga di Swiss serta mengakibatkan banyak kerugian baik bagi pemilik perusahaan itu sendiri maupun warga disekitarnya. Dan semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kejadian tersebut, agar kejadian tersebut tidak akan pernah terulang kembali di masa mendatang, khususnya di negara kita ini. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br />A. Misteri Dibalik Terbakarnya Sandoz<br />Penyebab kebakaran yang menimbulkan tumpahan masih merupakan misteri. Sementara Sandoz petunjuk pada pembakaran dan lain-lain berspekulasi bahwa itu mungkin karya teroris, pihak berwenang masih mencari petunjuk. Efek yang mematikan dari November 1 api, bagaimanapun, adalah jelas menakutkan. Para ilmuwan memperkirakan bahwa hingga 30 ton bahan kimia masuk ke Rhine, termasuk herbisida, pestisida dan pupuk serta sekitar 4.000 lbs. beracun merkuri. <br /> Untuk penduduk Basel kecelakaan adalah teror malam hari. Itu hanya setelah 3 pagi ketika pertahanan sipil dan terdengar sirene mobil polisi dengan pengeras suara mulai mengendarai mobil di jalan-jalan, peringatan orang-orang untuk menjaga jendela tertutup. The peringatan Namun, hanya dalam bahasa Jerman, kota bahasa utama. "Orang-orang Italia dan Turki semua mereka membuka jendela untuk melihat apa yang terjadi," kenang Claudia Wittstich, seorang profesor seni Basel. Ketika fajar menyingsing, kota ini berjubah dalam kepulan asap belerang. Pewarna kimia menyapu ke sungai selama api berbalik Rhine merah.<br />Kepedulian atas kecelakaan mount sebagai beracun licin bergerak hilir. Bila tingkat kerusakan yang terjadi menjadi jelas, pejabat Eropa menembakkan berondongan kritik di Swiss berwenang, mengeluh bahwa mereka telah gagal untuk memasok berita tentang kecelakaan selama 24 jam dan kemudian tidak benar memperingatkan negara-negara tetangga tentang tingkat kerusakan. "Swiss telah memperlakukan kami dengan cara yang mengerikan," keluh-Neelie Smit Kroes, Belanda Menteri Transportasi dan Pekerjaan Umum. Swiss suasana agak diredakan dengan menerima tanggung jawab atas kecelakaan dan menyatakan bahwa mereka akan mempertimbangkan untuk membayar kompensasi. Penundaan dalam mendapatkan informasi tentang kecelakaan itu, kata para pejabat Swiss, adalah karena "kesalahpahaman." <br /> Lingkungan hidup juga kritis terhadap Sandoz, Swiss terbesar kedua di perusahaan kimia. Pada pertemuan yang disebut di Basel untuk membahas insiden itu, para demonstran melempari pejabat perusahaan dengan belut mati. Perusahaan akhirnya mengakui bahwa ia telah meremehkan risiko seperti kecelakaan dan memastikan bahwa para pejabat Sandoz telah memutuskan untuk tidak bertindak berdasarkan beberapa rekomendasi, yang dibuat lima tahun yang lalu oleh sebuah perusahaan asuransi, untuk meningkatkan keamanan gudang. Juru bicara perusahaan menekankan, bagaimanapun, bahwa tidak Sandoz telah melanggar hukum dalam penyimpanan bahan kimia. <br /> Kemarahan di kalangan pejabat Eropa itu menyebar lebih lanjut di pertengahan minggu ketika Geigy Ciba, Swiss terbesar di perusahaan kimia, mengakui menumpahkan sekitar 105 gal. dari Atrazine herbisida ke Rhine pada malam sebelum Sandoz api. Pelepasan bahan kimia, yang dilarang oleh hukum, ditemukan hanya setelah diuji pejabat sungai untuk polusi dari Sandoz kecelakaan. Sementara Resmi air Swiss menegaskan bahwa kecelakaan Geigy Ciba tidak membunuh ikan, peningkatan pengungkapan tuntutan hukum ketat mengatur penyimpanan bahan kimia. <br /> Untuk Rhine Namun, langkah tersebut mungkin terlalu terlambat. Para ilmuwan mengatakan kecelakaan telah hancur biologis sungai sepanjang 180 mil utara Basel. Mungkin yang paling kerusakan yang dilakukan oleh beberapa ratus pon air raksa berbasis fungisida Tillex, yang duduk di dasar sungai hanya hilir dari Sandoz gudang. Itu harus dikeruk secepat mungkin, kata pihak berwenang Swiss, atau mungkin saat ini dicuci lebih jauh ke hilir. "The Rhine akan mati selama bertahun-tahun yang akan datang," kata Profesor Ragnar Kinzelbach dari Universitas Teknik di Darmstadt, Jerman Barat. Meskipun kunci dan pintu air tertutup untuk melindungi banyak sungai anak sungai dari aliran beracun, aliran air lain muncul terancam. Pejabat Belanda mengatakan Ijssel River, yang cabang-cabang dari Rhine di bagian tenggara Belanda, sekarang membawa bagian dari licin. Mereka juga mengharapkan yang terkontaminasi air sungai Rhine untuk memasuki laut dangkal di utara provinsi Friesland dan Groningen. Yang dapat menimbulkan bahaya baru bagi burung-burung, ikan dan anjing laut. <br /> Ahli ekologi telah bekerja selama bertahun-tahun untuk meningkatkan kualitas air sungai Rhine, tapi proyek itu kini sudah ditetapkan kembali setidaknya satu dekade. Memang, sebagai berita buruk mount, bahkan legenda sungai tampak dalam bahaya. Di halaman depan kartun, mingguan Jerman Die Zeit menunjukkan Lorelei mitis mencari hilang dan sedih. Alasannya: bahan kimia yang membuat gadis rambut rontok.<br /> <br />B. Pencemaran Sungai Rhine Karena limpasan dari Sandoz Chemical Plant Api di Basel, Swiss ' <br /> Tiga puluh ton bahan beracun dicuci ke Sungai Rhine dengan air pemadam kebakaran yang digunakan untuk melawan sebuah gudang api di tepi sungai kimia Sandoz pabrik dan fasilitas penyimpanan dekat Basel, Swiss pada awal pagi jam November 1, 1986. Pada saat bahan kimia, terutama pestisida, telah menempuh perjalanan 500 mil menyusuri sungai yang berkelok-kelok indah, setengah juta ikan mati, beberapa persediaan air kota terkontaminasi, dan Rhine's ekosistem ini rusak parah dengan hampir semua kehidupan laut dan besar proporsi mikroorganisme dihapuskan. <br /> Sekitar 25-mil-panjang licin kimia perlahan-lahan melayang hilir dari perbatasan Swiss ke Laut Utara. Itu berisi sekitar 30 ton insektisida, herbisida, dan pestisida yang mengandung merkuri, dan terancam-Laut Utara cod panen musim dingin. Kelompok lingkungan hidup panggilan untuk memboikot produk-produk Sandoz. <br /> Pada minggu-minggu setelah kebakaran, warga memprotes aksi unjuk rasa terjadi, Pemerintah Swiss serta kerusakan Sandoz Corporation menerima klaim dari negara-negara lain, dan Swiss harus menanggapi kritik yang kuat untuk penanganan darurat dari Perancis, Jerman Barat,. Belanda, Luxemburg, dan Pasar Bersama Komisi.<br /> The Facility - Gudang tempat api mulai dibangun pada 1967. Itu adalah bagian dari kompleks kimia Sandoz besar di Schweizerhalle, sebuah komunitas kecil enam mil sebelah timur Base1 di tepi kiri sungai Rhine. gudang itu sekitar 295 meter dengan lebar 82 meter, dengan kedua sebelah setengah lain lebar 82 meter dipisahkan dari yang pertama oleh dinding bawah panjang bangunan. Tidak ada alat penyiram karena risiko kebakaran dianggap rendah. Bangunan yang berlaku adalah lampu gudang yang dimaksudkan untuk menyediakan perlindungan dari hujan dan suhu ekstrem, alih-alih sebuah padat gudang. Tingginya berkisar dari 26 kaki ke puncak dari 39 kaki. " <br /> Setengah dari bangunan di mana api mulai bertumpuk dengan sekitar 1.250 ton bahan kimia dalam empat palet barel tinggi, agak seperti Sherwin-Williams penyimpanan. Bahan kimia yang mudah terbakar disimpan terutama cairan, termasuk pestisida, fungisida, dan herbisida, beberapa dengan 30, C flashpoint. Di antara mereka ada phosphoric acid dan merkuri organik senyawa. Di antara bahan baku tambahan yang hadir besi ferrocyanida, yang mungkin telah menjadi faktor kunci dalam urutan pengapian. Separuh lainnya (82 kaki lebar) dari bangunan itu sebagian besar tidak berbahaya kimia. <br />Insiden - Dalam menanggapi laporan serentak oleh polisi alarm patroli jalan raya dan tanaman penjaga malam di 0.019 pada tanggal 1 November, 1986, tiga pabrik Sandoz brigade pemadam kebakaran dan kepala menanggapi gudang. Api mulai menembak dari atap ketika api pertama kali menyadarinya. Setelah tiba, kepala segera menyadari bahwa ia tidak bisa mengatasi situasi sendirian dan menyerukan untuk "all-out alarm. Oleh 0.045, 200 kebakaran pejuang dalam aksi di TKP. <br /> Penyebab kebakaran belum ditentukan positif. Mungkin telah dimulai oleh pengapian dari besi (ferrocyanida dalam gudang) dengan mesin bertenaga butana digunakan untuk mengecilkan-paket bahan kimia film plastik. Yang ferrocyanida sedang dikemas pada hari sebelumnya. Kimia ini memiliki properti tersembunyi - ditemukan hanya setelah api -of membara tanpa melepaskan asap atau bau, dan kemudian tiba-tiba menyusup ke hampir peledak terbakar. Ironisnya, kemasan dari kimia dimulai oleh seorang karyawan yang bersemangat ingin merapikan penyimpanan walaupun program ini tampaknya kemungkinan penyebabnya, pembakaran belum dikesampingkan. <br /> Karena kebakaran itu tidak ditemukan sampai sudah besar dan diberi makan oleh sebuah gudang yang penuh bahan kimia mudah terbakar, itu diterima dari awal bahwa gudang akan total kerugian. Perhatiannya terfokus pada pemaparan menghentikan kebakaran, tidak berarti tugas sejak barel bahan kimia yang mudah terbakar yang meluncur melalui udara. Mulanya api pertempuran defensif, tetapi kemudian kepala memutuskan untuk mencoba memadamkan api dengan sejumlah besar air untuk menghentikan api menyebar dan menghindari bencana ke kota terdekat dan tiga kimia utama kompleks di dekatnya. Juga ada banyak perhatian yang diberikan kepada risiko dari awan possibily gas beracun yang dihasilkan dan apakah dekat populasi di Swiss, Perancis, dan Jerman harus dievakuasi. <br /> Lebih dari 3.000 galon air per menit sedang dipompa dari Rhine untuk melawan api dan tetap menjauh dari tetangga gudang dan outdoor penyimpanan. Tingkat memompa puncak mencapai 8.000 gpm. Sebuah galon menangkap 12.000 baskom ke yang kedua air dan bahan kimia dikumpulkan mulai meluap ke sungai. Api naik hingga 200 meter di atas gudang. Drum baja bahan kimia seperti bom meledak di intens panas, gas dan asap menyebar ke arah pinggiran Basel. At 3:30 am, sebuah buru-buru mengadakan staf krisis regional menyatakan keadaan darurat.<br /> <br />C. Gugatan Yang Dilayangkan Untuk Sandoz<br />Ribuan ikan ditemukan mati di sungai rhine. akibat air rhine tercemar oleh perusahaan farmasi sandoz dan perusahaan kimia ciba-geigy. sandoz bersedia menanggung biaya pemulihan ekosistem rhine. (ling)<br />AIR Sungai Rhine sedang menjadi pamali. Untuk sementara, kanal-kanal yang berhubungan dengan sungai itu ditutup. Pemanfaatan Rhine untuk sumber air minum dan irigasi disetop. Dan pintu air Driel, dekat Rotterdam, dibuka lebar-lebar, agar air sungai cepat menggelontor ke Laut Utara. Sementara itu, di Bonn, Jerman Barat, anak-anak dan hewan piaraan dijauhkan dari tepian sungai. Air Rhine memang sedang tercemar. <br />Ratusan ribu ekor ikan, dari 34 spesies, ditemukan mati menggelepar. Sebagian yang ditemukan hidup mengalami cedera serius: matanya menjorok ke luar, insang sumbing, dan sisiknya penuh koyakan luka. Ekosistem perairan Rhine sedang terguncang. "Diperlukan waktu satu dekade untuk memulihkan ekosistem sungai ini," ujar Peter Terret, pejabat badan pengendalian lingkungan Swiss.<br /> Adalah sebuah gudang milik perusahaan farmasi dan agrokimia Sandoz yang mula pertama membuat gara-gara. Awal bulan ini, gudang yang terletak di pinggiran Kota Basel, Swiss, ini terbakar. Padahal, di dalam gudang itu tersimpan 1.246 ton bahan kimia, sebagian besar pestisida, termasuk 12 ton herbisida yang bahan aktifnya Ethoxyethylmercury-hydroxide, yang kandungan merkurinya sekitar 15 persen. <br />Api memporak-perandakan bangunan dan kemasan bahan kimia milik perusahaan industri kimia terbesar ketiga di Swiss itu. Tentu, barisan pemadam kebakaran segera beraksi. Ribuan galon air disemprotkan ke api, sampai padam. Celakanya, gudang itu ternyata tak memiliki saluran air tersendiri. Maka, limpasan air semprotan itu mengalir ke Sungai Rhine, yang tak jauh dari tempat itu, sambil membawa tak kurang dari 30 ton bahan beracun. <br />Belum hilang rasa kaget atas musibah itu, muncul bencana baru. Lima hari kemudian, Ciba-Geigy, perusahaan industri kimia terbesar di Swiss, teledor. Sebanyak 400 liter herbisida (obat antitanaman pengganggu) tumpah ke Rhine, tak jauh dari Basel. Keruan saja, pencemaran di hulu ini merisaukan penduduk tiga negara hilir, yang dilewati sungai itu. <br />Rhine memang sungai internasional. Sungai ini mengalir dari Danau Bodensee, di dataran tinggi perbatasan Jer-Bar-Swiss. Keluar dari Swiss, sungai ini menjadi pembatas Jer-Bar -- Prancis, sepanjang hampir 200 kilometer. Lalu masuk Jer-Bar, melewati Bonn, Koln, dan Essen. Kemudian Rhine masuk ke Belanda, membelah Utrecht dan bercabang dua: ke arah kanan Amsterdam, ke kiri Rotterdam. Musibah Basel ini tentu mengundang kecaman ke arah pemerintah Swiss. Ny. Nellie Smit-Kroes, menteri perhubungan dan perairan Belanda, menuduh Swiss lamban memberikan informasi tentang musibah itu ke negara tetangga.<br />Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Prancis Alain Cariognon menganggap musibah itu timbul karena "kelalaian yang berakibat serius" oleh Swiss. Keterangan terinci tentang musibah itu juga tak pernah disampaikan kepada para tetangga. Sedangkan Walter Wallmann, menteri lingkungan Jer-Bar, menyindir, "Tampaknya Swiss masih memerlukan pembakuan prosedur pengamanan industri yang lebih memadai". Namun, tampaknya, pemerintah Swiss cukup tabah menghadapi cobaan ini. <br />Kritik-kritik tajam tak ditanggapi. Lalu, untuk menjernihkan suasana, Presiden Alphons Egli mengundang pejabat tinggi Belanda, Luksemburg, Prancis, Jer-Bar, dan komisi lingkungan hidup masyarakat Eropa untuk datang ke Zurich, Swiss. Maka, pekan lalu, diadakanlah pertemuan untuk merembuk pencemaran itu dan membuat rencana mengatur tata tertib industri di sepanjang Rhine, dan sungai-sungai internasional lainnya. Dalam pertemuan itu, pemerintah Swiss secara simpatik mengakui pihaknyalah yang bertanggung jawab atas musibah itu. <br />Sebagai konsekuensi, Sandoz diminta menanggung biaya pemulihan ekosistem perairan Rhine, yang ditaksir memerlukan dana US$ 60 juta. Sandoz setuju memikulnya, bersama perusahaan asuransi rekanannya. "Kami siap memikul tanggung jawab, kami punya tanggung jawab moral," ujar Hans-Peter Sigg, general manager Sandoz. Sementara itu, Ciba-Geigy tak dikenai sanksi. Sebab, 400 liter Antrazine yang dimuntahkan ke Rhine tempo hari dianggap tidak berbahaya. Putut Tri Husodo, Laporan Asbari N.K. (Belanda).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br />A. KESIMPULAN<br />Sandoz adalah sebuah gudang milik perusahaan farmasi dan agrokimia yang terbakar dan terletak di pinggiran Kota Basel, Swiss. Padahal, di dalam gudang itu tersimpan 1.246 ton bahan kimia, sebagian besar pestisida, termasuk 12 ton herbisida yang bahan aktifnya Ethoxyethylmercury-hydroxide, yang kandungan merkurinya sekitar 15 persen. <br />Dan celakanya, gudang itu ternyata tak memiliki saluran air tersendiri. Maka, limpasan air semprotan itu mengalir ke Sungai Rhine, yang tak jauh dari tempat itu, sambil membawa tak kurang dari 30 ton bahan beracun.<br />Sampai sekarang masih belum ditemukan apa penybab pasti yang mengakibatkan terbakarnya gudang Sandoz tersebut. Sementara itu Sandoz berspekulasi bahwa kejadian tersebut mungkin terjadi karena ulah teroris, dan pihak berwenang masih mencari petunjuk. <br />Sebagai konsekuensi, Sandoz diminta menanggung biaya pemulihan ekosistem perairan Rhine, yang ditaksir memerlukan dana US$ 60 juta. Sandoz setuju memikulnya, bersama perusahaan asuransi rekanannya. <br /><br /><br />B. SARAN<br />Sebaiknya seluluh gudang atau bangunan yang berhubungan dengan zat atau bahan kimia harus memiliki saluran air tersendiri, agar apabila sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran, akibat yang di timbulkan dapat diminimalisir dan tidak begitu fatal khususnya bagi lingkungan sekitar.<br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />MBM TEMPO.Menggugat Sandoz. http://majalah.tempointeraktif.com/id/email/1986/11/22/LIN/mbm.19861122.LIN34095.id.html diakses pada tanggal 19 Februari 2010<br />Amerika Serikat Fire Administrasi. Sandoz Chemical Plant Fire Basel, Swiss http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.interfire.org/res_file/pdf/Tr-009.pdf diakses pada tanggal 20 Februari 2010<br />Jennifer B. Hull;Don Kirk/Bonn and Ellen Wallace. Lingkungan yang Bangga Runs Sungai Merah. Basel Monday, Nov. 24, 1986 By Jennifer B. Hull; Don Kirk / Bonn dan Ellen Wallace / Basel diakses pada tanggal 20 Februari 2010<br />Pencemaran Air. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,962910-2,00.html diakses pada tanggal 20 Februari 2010<br />Catatan Sejarah Bencana. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.idrc.ca/en/ev-138116-201-1-DO_TOPIC.html<br /><br /><br /> </span>evie mayliahttp://www.blogger.com/profile/08733486436573366975noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7369985546989342054.post-83608615501603218422010-03-10T02:05:00.000-08:002010-03-10T02:15:45.937-08:00sekilas tentang PPM dan PPB serta konversinya• PPM atau nama kerennya “Part per Million” jika dibahasa Indonesiakan akan menjadi “Bagian per Sejuta Bagian” adalah satuan konsentrasi yang sering dipergunakan dalam di cabang Kimia Analisa. Satuan ini sering digunakan untuk menunjukkan kandungan suatu senyawa dalam suatu larutan misalnya kandungan garam dalam air laut, kandungan polutan dalam sungai, atau biasanya kandungan yodium dalam garam juga dinyatakan dalam ppm.<br />Seperti halnya namanya yaitu ppm, maka konsentrasinya merupakan perbandingan antara berapa bagian senyawa dalam satu juta bagian suatu sistem. Sama halnya denngan “prosentase” yang menunjukan bagian per seratus. Jadi rumus ppm adalah sebagai berikut;<br /><br /><span class="fullpost"><br /><br />ppm = jumlah bagian spesies / satu juta bagian sistem dimana spesies itu berada<br /><br />Atau lebih gampangnya ppm adalah satuan konsentrasi yang dinyatakan dalam satuan mg/Kg, Kenapa? karena 1 Kg = 1.000.000 mg betul kan? Untuk satuan yang sering dipergunakan dalam larutan adalah mg/L, dengan ketentuan pelarutnya adalah air sebab dengan densitas air 1 g/mL maka 1 liter air memiliki masa 1 Kg betul kan? jadi satuannya akan kembali ke mg/Kg.<br />Contoh, kandungan Pb dalam air sungai adalah 20 ppm artinya dalam setiap Kg air sungai terdapat 20 mg Pb. Kandungan karbon dalam baja adalah 5 ppm artinya dalam 1 Kg baja terdapat 5 mg karbon. Air minum mengandung yodium sebesar 15 ppm, bisa diartikan bahwa setiap liter minum tersebut terdapat 5 mg yodium (Artikel belajar kimia)<br /><br />• Ppb “bagian per miliar (109)” digunakan untuk mengukur konsentrasi suatu kontaminan dalam tanah dan sedimen. Dalam kasus 1 ppb sama dengan 1 µg per kg zat padat (µg/kg). Ppb juga kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan konsentrasi kecil dalam air, di mana 1 ppb adalah setara dengan 1 µg/l karena satu liter air beratnya kurang lebih 1000000 µg. Penggunaan ppb ini cendrung bertahap dalam mendukung µg/l. Selain itu, ppb sering digunakan untuk menggambarkan konsentrasi kontaminan di udara (sebagai fraksi volume). (Greenfacts)<br /><br /><br />Konversi <br />1,000,000 ppm = 100 %<br />100,000 ppm = 10 %<br />10,000 ppm = 1 %<br />1000 ppm = 0.1 %<br />100 ppm = 0.01 %<br />10 ppm = 0.001 %<br />1 ppm = 0.0001 %<br /> <br />1000 ppb = 1 ppm<br />100 ppb = 0.1 ppm<br />10 ppb = 0.01 ppm<br />1 ppb = 0.001 ppm<br /> <br />1000 ppt = 0.001 ppm<br />100 ppt = 0.0001 ppm<br />10 ppt = 0.00001 ppm<br />1 ppt = 0.000001 ppm<br /> <br />1000 ppt = 1 ppb<br />100 ppt = 0.1 ppb<br />10 ppt = 0.01 ppb<br />1 ppt = 0.001 ppb<br /><br /> <br /> <br />1micro-g/L=0.001ppm<br />1 micro-g/m3 = 0.000001 jutappm=1ppb(partperbillion)<br /><br />Daftar Pustaka :<br />Anonim. 2010. Artikel Belajar Kimia. http://belajarkimia.com/definisi-ppm-part-per-million-atau-bagian-per-sejuta-bagian./ Diakses Tanggal 18 Februari 2010<br />Anonim. http://www.greenfacts.org/glossary/pqrs/parts-per-billion.htm.<br />Diakses tanggal 18 Februari 2010<br /><br /> </span>evie mayliahttp://www.blogger.com/profile/08733486436573366975noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7369985546989342054.post-1538947970684972552010-03-10T02:03:00.000-08:002010-03-10T02:04:30.071-08:00Apa itu DDT ?DDT (Dichloro Diphenyl Trichlorethane) adalah insektisida “tempo dulu” yang pernah disanjung “setinggi langit” karena jasa-jasanya dalam penanggulangan berbagai penyakit yang ditularkan vektor serangga. Tetapi kini penggunaan DDT di banyak negara di dunia terutama di Amerika Utara, Eropah Barat dan juga di Indonesia telah dilarang. Namun karena persistensi DDT dalam lingkungan sangat lama, permasalahan DDT masih akan ber lang sung pada abad 21 sekarang ini. Adanya sisa (residu) insektisida ini di tanah dan perairan dari penggunaan masa lalu dan adanya bahan DDT sisa yang belum digunakan dan masih tersimpan di gudang tempat penyimpanan di selurun dunia (termasuk di Indonesia) kini meng hantui mahluk hidup di bumi. Bahan racun DDT sangat persisten (tahan lama, berpuluh-puluh tahun, bahkan mungkin sampai 100 tahun atau lebih?), bertahan dalam lingkungan hidup sambil meracuni ekosistem tanpa dapat didegradasi secara fisik maupun biologis, sehingga kini dan di masa mendatang kita masih terus mewaspadai akibat-akibat buruk yang diduga dapat ditimbulkan oleh keracunan DDT.<br /><span class="fullpost"><br /><br />Sifat kimiawi dan fisik DDT<br />Senyawa yang terdiri atas bentuk-bentuk isomer dari 1,1,1-trichloro-2,2-bis-(p-chlorophenyl) ethane yang secara awam disebut juga DichoroDiphenyl Trichlorethane (DDT) diproduksi dengan menyam purkan chloralhydrate denganchlorobenzene.<br /><br />DDT-teknis terdiri atas campuran tiga bentuk isomer DDT (65-80% p,p'-DDT, 15-21% o,p'-DDT, dan 0-4% o,o'-DDT, dan dalam jumlah yang kecil sebagai kontaminan juga terkandung DDE[1,1-dichloro-2,2- bis(p-chlorophenyl) ethylene]dan DDD [1,1-dichloro-2,2-bis(p-chlorophenyl) ethane]. DDT-teknis ini berupa tepung kristal putih tak berasa dan tak berbau. Daya larutnya sangat tinggi dalam lemak dan sebagian besar pelarut organik, tak larut dalam air, tahan terhadap asam keras dan tahan oksidasi terhasap asam permanganat.<br />DDT pertama kali disintesis oleh Zeidler pada tahun 1873 tapi sifat insekti sidalnya baru ditemukan oleh Dr Paul Mueller pada tahun 1939. Penggunaan DDT menjadi sangat populer selama Perang Dunia II, terutama untuk penanggulangan penyakit malaria, tifus dan berbagai penyakit lain yang ditularkan oleh nyamuk, lalat dan kutu. Di India, pada tahun 1960 kematian oleh malaria mencapai 500.000 orang turun menjadi 1000 orang pada tahun 1970. WHO memperkirakan bahwa DDT selama Perang Dunia II telah menyelamatkan sekitar 25 juta jiwa terutama dari ancaman malaria dan tifus, sehingga Paul Mueller dianugerahi hadiah Nobel dalam ilmu kedokteran dan fisiologi pada tahun 1948.<br />DDT adalah insektisida paling ampuh yang pernah ditemukan dan digunakan manusia dalam membunuh serangga tetapi juga paling berbahaya bagi umat manusia manusia sehingga dijuluki“The Most Famous and Infamous Insecticide”.<br />Bahaya toksisitas DDT terhadap ekosistem<br />Pada tahun 1962 Rachel Carson dalam bukunya yang terkenal, Silenty Spring menjuluki DDT sebagai obat yang membawa kematian bagi kehidupan di bumi. Demikian berbahayanya DDT bagi kehidupan di bumi sehingga atas rekomendasi EPA (Environmental Protection Agency) Amerika Serikat pada tahun 1972 DDT dilarang digunakan terhitung 1 Januari 1973. Pengaruh buruk DDT terhadap lingkungan sudah mulai tampak sejak awal penggunaannya pada tahun 1940-an, dengan menurunnya populasi burung elang sampai hampir punah di Amerika Serikat. Dari pengamatan ternyata elang terkontaminasi DDT dari makanannya (terutama ikan sebagai mangsanya) yang tercemar DDT. DDT menyebabkan cang kang telur elang menjadi sangat rapuh sehingga rusak jika dieram. Dari segi bahayanya, oleh EPA DDT digolongkan dalam bahan racun PBT (persistent, bioaccumulative, and toxic) material.<br />Dua sifat buruk yang menyebabkan DDT sangat berbahaya terhadap lingkungan hidup adalah:<br />1. Sifat apolar DDT: ia tak larut dalam air tapi sangat larut dalam lemak. Makin larut suatu insektisida dalam lemak (semakin lipofilik) semakin tinggi sifat apolarnya. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab DDT sangat mudah menembus kulit<br />2. Sifat DDT yang sangat stabil dan persisten. Ia sukar terurai sehingga cenderung bertahan dalam lingkungan hidup, masuk rantai makanan(foodchain) melalui bahan lemak jaringan mahluk hidup. Itu sebabnya DDT bersifat bioakumulatif dan biomagnifikatif.<br /><br />Karena sifatnya yang stabil dan persisten, DDT bertahan sangat lama di dalam tanah; bahkan DDT dapat terikat dengan bahan organik dalam partikel tanah.<br />Dalam ilmu lingkungan DDT termasuk dalam urutan ke 3 dari polutan organik yang persisten(Persistent Organic Pollutants, POP), yang memiliki sifat-sifat berikut:<br />• tak terdegradasi melalui fotolisis, biologis maupun secara kimia,<br />• berhalogen (biasanya klor),<br />• daya larut dalam air sangat rendah,<br />• sangat larut dalam lemak,<br />• semivolatile,<br />• di udara dapat dipindahkan oleh angin melalui jarak jauh,<br />• bioakumulatif,<br />• biomagnifikatif (toksisitas meningkat sepanjang rantai makanan)<br /><br />Di Amerika Serikat, DDT masih terdapat dalam tanah, air dan udara: kandungan DDT dalam tanah berkisar sekitar 0.18 sampai 5.86 parts per million (ppm), sedangkan sampel udara menunjukkan kandungan DDT 0.00001 sampai 1.56 microgram per meter kubik udara (ug/m3), dan di perairan (danau) kandungan DDT dan DDE pada taraf 0.001 microgram per liter (ug/L). Gejala keracunan akut pada manusia adalah paraestesia, tremor, sakit kepala, keletihan dan muntah. Efek keracunan kronis DDT adalah kerusakan sel-sel hati, ginjal, sistem saraf, system imunitas dan sistem reproduksi. Efek keracunan kronis pada unggas sangat jelas antara lain terjadinya penipisan cangkang telur dan demaskulinisasi<br />Sejak tidak digunakan lagi (1973) kandungan DDT dalam tanaman semakin menurun. Pada tahun 1981 rata-rata DDT dalam bahan makanan yang termakan oleh manusia adalah 32-6mg/kg/hari, terbanyak dari umbi-umbian dan dedaunan. DDT ditemukan juga dalam daging, ikan dan unggas.<br />Walaupun di negara-negara maju (khususnya di Amerika Utara dan Eropah Barat) penggunaan DDT telah dilarang, di negara-negara berkembang terutama India, RRC dan negara-negara Afrika dan Amerika Selatan, DDT masih digunakan. Banyak negara telah mela rang penggunaan DDT kecuali dalam keadaan darurat terutama jika muncul wabah penyakit seperti malaria, demam berdarah dsb. Departeman Pertanian RI telah melarang penggunaan DDT di bidang pertanian sedangkan larangan penggunaan DDT di bidang kesehatan dilakukan pada tahun 1995. Komisi Pestisida RI juga sudah tidak memberi perijinan bagi pengunaan pestisida golongan hidrokarbon-berklor (chlorinated hydrocarbons) atau organoklorin (golongan insektisida di mana DDT termasuk).<br />• Permasalahan sekarang<br />Walaupun secara undang-undang telah dilarang, disinyalir DDT masih juga secara gelap digunakan karena keefektifannya dalam membunuh hama serangga. Demikian pula, banyaknya DDT yang masih tersimpan yang perlu dibinasakan tanpa membahayakan ekosistem manusia maupun kehidupan pada umumnya merupakan permasalahan bagi kita. Sebenarnya, bukan saja DDT yang memiliki daya racun serta persistensi yang demikian lamanya dapat bertahan di lingkungan hidup. Racun-racun POP lainnya yang juga perlu diwaspadai karena mungkin saja terdapat di tanah, udara maupun perairan di sekitar kita adalah aldrin, chlordane, dieldrin, endrin, heptachlor, mirex, toxaphene, hexachlorobenzene, PCB (polychlorinated biphenyls), dioxins dan furans.<br />Untuk mengeliminasi bahan racun biasanya berbagai cara dapat digunakan seperti secara termal, biologis atau kimia/fisik. Untuk Indonesia dipertimbangkan untuk mengadopsi cara stabilisasi/fiksasi karena dengan cara termal seperti insinerasi memerlukan biaya sangat tinggi. Prinsip stabilisasi/fiksasi adalah membuat racun tidak aktif/imobilisasi dengan enkapsulasi mikro dan makro sehingga DDT menjadi berkurang daya larutnya. Namun permasalahan tetap masih ada karena DDT yang telah di-imobilisasi ini masih harus “dibuang” sebagai landfill di tempat yang “aman”. Namun dengan cara ini potensi racun DDT masih tetap bertahan untuk waktu yang lama pada abad 21 ini. ( Artikel Rudy C Tarumingkeng, PhD )<br /><br />Daftar Pustaka :<br />Tarumingkeng C, Rudy. 2000. DDT dan Permasalahannya di abad 21. http://www.rudyct.com/dethh/9_DDT_and_its_problem.htm.<br /> diakses tanggal 18 Februari 2010<br /><br /> </span>evie mayliahttp://www.blogger.com/profile/08733486436573366975noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7369985546989342054.post-56857214516154144902010-03-10T01:51:00.000-08:002010-03-10T02:01:43.545-08:00Penyebab Pemanasan globalPenyebab Pemanasan Global adalah :<br />• Efek umpan Balik<br />• Variasi Matahari<br />• Peternakan<br />• Pembangkit Energi<br />• Industri<br />• Pertanian<br />• Alih fungsi lahan dan pembabatan hutan<br />• Transportasi<br />• Hunian dan bangunan komersial<br />• Sampah<br /><span class="fullpost"><br /><br />• Efek umpan balik<br />Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.<br />Efek umpan balik karena pengaruh awansedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.<br />Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan. (wikipedia)<br />Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.<br />Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi<br />pertumbuhan diatom daripadafitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.<br /><br />• Variasi Matahari<br />Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisanlapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.<br />Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.<br />Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dariAmerika Serikat, Jerman dan Swissmenyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis. (Wikipedia)<br /><br />• Peternakan<br />Pada tahun 2006, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengeluarkan laporan “Livestock’s Long Shadow” dengan kesimpulan bahwa sektor peternakan merupakan salah satu penyebab utama pemanasan global. Sumbangan sektor peternakan terhadap pemanasan global sekitar 18%,6 lebih besar dari sumbangan sektor transportasi di dunia yang menyumbang sekitar 13,1%.2 Selain itu, sektor peternakan dunia juga menyumbang 37% metana (72 kali lebih kuat daripada CO2selama rentang waktu 20 tahun)2, dan 65% nitro oksida (296 kali lebih kuat daripada CO2).<br />Anda mungkin penasaran bagian mana dari sektor peternakan yang menyumbang emisi gas rumah kaca. Berikut garis besarnya menurut FAO:<br />Anda mungkin penasaran bagian mana dari sektor peternakan yang menyumbang emisi gas rumah kaca. Berikut garis besarnya menurut FAO:<br />1. Emisi karbon dari pembuatan pakan ternak<br />a. Penggunaan bahan bakar fosil dalam pembuatan pupukmenyumbang 41 juta ton CO2setiap tahunnya<br />b. Penggunaan bahan bakar fosil di peternakan menyumbang 90 juta ton CO2 per tahunnya (misal diesel atau LPG)<br />c. Alih fungsi lahan yang digunakan untuk peternakan menyumbang<br />2,4 milyar ton CO2 per tahunnya, termasuk di sini lahan yang diubah untuk merumput ternak, lahan yang diubah untuk menanam kacang kedelai sebagai makanan ternak, atau pembukaan hutan untuk lahan peternakan<br />d. Karbon yang terlepas dari pengolahan tanah pertanian untuk pakan ternak (misal jagung, gandum, atau kacang kedelai) dapat mencapai 28 juta CO2 per tahunnya. Perlu Anda ketahui, setidaknya 80% panen kacang kedelai dan 50% panen jagung di dunia digunakan sebagai makanan ternak.7<br />e. Karbon yang terlepas dari padang rumput karena terkikis menjadi gurun menyumbang 100 juta ton CO2 per tahunnya<br />2. Emisi karbon dari sistem pencernaan hewan<br />a. Metana yang dilepaskan dalam proses pencernaan hewan dapatmencapai 86 juta ton per tahunnya.<br />b. Metana yang terlepas dari pupuk kotoran hewan dapat mencapai 18 juta ton per tahunnya.<br />3. Emisi karbon dari pengolahan dan pengangkutan daging hewan ternak ke konsumen<br />a. Emisi CO2 dari pengolahan daging dapat mencapai puluhan juta ton per tahun.<br />b. Emisi CO2 dari pengangkutan produk hewan ternak dapat mencapai lebih dari 0,8 juta ton per tahun.<br />Industri peternakan terkait erat dengan pola konsumsi daging. Baru-baru ini, badan PBB yang lain, yaitu United Nations Environment Program (UNEP) menegaskan dalam buku panduan “Kick The Habit” bahwa pola makan daging untuk setiap orang per tahunnya menyumbang 6.700 kg CO2.Saat ini, penduduk Bumi berjumlah sekitar 6,7 miliar orang. Bila 5 miliar orang di antaranya adalah pemakan daging, coba Anda hitung berapa triliun CO2 yang dihasilkan setiap tahunnya? Kita perlu memprogram ulang kebiasaan makan kita. Dan Anda perlu tahu, vegetarian, menurut laporan UNEP, hanya menyumbang 190 kg CO2 per tahunnya.<br /><br />• Pembangkit Energi<br />Sektor energi merupakan sumber penting gas rumah kaca, khususnya karena energi dihasilkan dari bahan bakar fosil, seperti minyak, gas, dan batu bara, di mana batu bara banyak digunakan untuk menghasilkan listrik.Sumbangan sektor energi terhadap emisi gas rumah kaca mencapai 25,9%.<br /><br />• Industri<br />Sumbangan sektor industri terhadap emisi gas rumah kaca mencapai 19,4%.Sebagian besar sumbangan sektor industri ini berasal dari penggunaan bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik atau dari produksi C02 secara langsung sebagai bagian dari pemrosesannya, misalnya saja dalam produksi semen. Hampir semua emisi gas rumah kaca dari sektor ini berasal dari industri besi, baja, kimia, pupuk, semen, kaca dan keramik, serta kertas.<br /><br />• Pertanian<br />Sumbangan sektor pertanian terhadap emisi gas rumah kaca sebesar 13,5%.2Sumber emisi gas rumah kaca pertama-tama berasal dari pengerjaan tanah dan pembukaan hutan. Selanjutnya, berasal dari penggunaan bahan bakar fosil untuk pembuatan pupuk dan zat kimia lain. Penggunaan mesin dalam pembajakan, penyemaian, penyemprotan, dan pemanenan menyumbang banyak gas rumah kaca. Yang terakhir, emisi gas rumah kaca berasal dari pengangkutan hasil panen dari lahan pertanian ke pasar.<br /><br />• Alih fungsi lahan dan pembabatan hutan<br />Sumber lain C02 berasal dari alih fungsi lahan di mana ia bertanggung jawab sebesar 17.4%.2 Pohon dan tanaman menyerap karbon selagi mereka hidup. Ketika pohon atau tanaman membusuk atau dibakar, sebagian besar karbon yang mereka simpan dilepaskan kembali ke atmosfer. Pembabatan hutan juga melepaskan karbon yang tersimpan di dalam tanah. Bila hutan itu tidak segera direboisasi, tanah itu kemudian akan menyerap jauh lebih sedikit CO2.<br /><br />• Transportasi<br />Sumbangan seluruh sektor transportasi terhadap emisi gas rumah kaca mencapai 13,1%. Sektor transportasi dapat dibagi menjadi transportasi darat, laut, udara, dan kereta api. Sumbangan terbesar terhadap perubahan iklim berasal dari transportasi darat (79,5%), disusul kemudian oleh transportasi udara (13%), transportasi laut (7%), dan terakhir kereta api (0,5%).<br /><br />• Hunian dan Bangunan komersial<br />Sektor hunian dan bangunan bertanggung jawab sebesar 7,9%.Namun, bila dipandang dari penggunaan energi, maka hunian dan bangunan komersial bisa menjadi sumber emisi gas rumah kaca yang besar. Misalnya saja dalam penggunaan listrik untuk menghangatkan dan mendinginkan ruangan, pencahayaan, penggunaan alat-alat rumah tangga, maka sumbangan sektor hunian dan bangunan bisa mencapai 30%. Konstruksi bangunan juga mempengaruhi tingkat emisi gas rumah kaca. Sebagai contohnya, semen, menyumbang 5% emisi gas rumah kaca.<br /><br />• Sampah<br />Limbah sampah menyumbang 3,6% emisi gas rumah kaca. Sampah di sini bisa berasal dari sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Sampah (2%) atau dari air limbah atau jenis limbah lainnya (1,6%). Gas rumah kaca yang berperan terutama adalah metana, yang berasal dari proses pembusukan sampah tersebut.<br /><br />Daftar Pustaka :<br />Anonim. Pemanasan Global.http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global. Diakses Tanggal 18 Februari 2010.<br />Anonim. Info Pemanasan Global.http://Info pemanasanglobal.wordpress.com/.../penyebabpemanasanglobal/.Diakses Tanggal 18 Februari 2010<br /></span>evie mayliahttp://www.blogger.com/profile/08733486436573366975noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7369985546989342054.post-17934604991109569702010-03-08T23:24:00.001-08:002010-03-10T01:21:38.493-08:00SIKLUS BIOGEOKIMIA LITIUMSIKLUS BIOGEOKIMIA LITIUM<br />Oleh Evi Maylia Kusuma<br /><br />Sebelum membahas senyawa litium saya akan memberitahu apa itu siklus biogeokimia?<br />Siklus biogeokimia atau siklus organik-anorganik adalah siklus unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi jugs melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia. Siklus-siklus tersebut antara lain: siklus air, siklus oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus sulfur.<br />Nah,mari kita membahas tentang senyawa kimia litium ini.<br /><a target='_blank' href='http://img214.imageshack.us/i/litium.jpg/'><img src='http://img214.imageshack.us/img214/6978/litium.th.jpg' border='0'/></a> <br /> <span class="fullpost"><br /><br />Litium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Li dan nomor atom 3. Unsur ini termasuk dalam logam alkali dengan warna putih perak. Dalam keadaan standar, litium adalah logam paling ringan sekaligus unsur dengan densitas paling kecil. Seperti logam-logam alkali lainnya, litium sangat reaktif dan terkorosi dengan cepat dan menjadi hitam di udara lembab. Oleh karena itu, logam litium biasanya disimpan dengan dilapisi minyak.<br />Litium ditemukan di Yunani, Lithos dan Batu oleh Arfvedson pada tahun 1817, litium merupakan unsur logam teringan, dengan berat jenis sekitar setengahnya air.<br />Litium tidak ditemukan sebagai unsur tersendiri di alam; ia selalu terkombinasi dalam unit-unit kecil pada batu-batuan berapi dan pada sumber-sumber mata air. Mineral-mineral yang mengandung litium contohnya: lepidolite, spodumeme, petalite, dan amblygonite.<br />Di Amerika Serikat, litium diambil dari air asin di danau Searles Lake, di negara bagian California dan Nevada. Deposit quadramene dalam jumlah besar ditemukan di California Utara. Logam ini diproduksi secara elektrolisis dari fusi klorida. Secara fisik, litium tampak keperak-perakan, mirip natrium (Na) dan kalium (K), anggota seri logam alkali. Litium bereaksi dengan air, tetapi tidak seperti natrium. Litium memberikan nuansa warna pelangi yang indah jika terjilat lidah api, tetapi ketika logam ini terbakar benar-benar, lidah apinya berubah menjadi putih.<br />Sejak Perang Dunia II, produksi logam litium dan senyawa-senyawanya menjadi berkali lipat. Karena logam ini memiliki spesifikasi panas yang tertinggi di antara benda-benda padat, seringkali digunakan pada aplikasi transfer panas. Tetapi perlu diingat bahwa logam ini sangat mudah aus atau korosif dan perlu penanganan tertentu. Litium digunakan sebagai bahan campuran logam, sintesis senyawa organik dan aplikasi nuklir. Unsur ini juga digunakan sebagai bahan anoda pada baterai karena memiliki potensial elektrokimia yang tinggi. Elemen litium digunakan pula untuk pembuatan kaca dan keramik spesial. Kaca pada teleskop di gunung Palomar mengandung litium. Bersama dengan litium bromida, keduanya digunakan pada sistem pendingin dan penghangat ruangan. Lithium stearat digunakan untuk sebagai lubrikasi suhu tinggi. Senyawa-senyawa litium lainnya digunakan pada sel-sel kering dan baterai.<br />Ada beberapa macam lithium salah satunya Litjium karbonat. Lithium karbonat adalah jenis garam lithium yang paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan bipolar, menyusul kemudian lithium sitrat. Sejak disahkan oleh Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 1970 untuk mengatasi mania akut, lithium masih efektif dalam menstabilkan mood pasien dengan gangguan bipolar. Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan lithium hampir serupa dengan efek mengonsumsi banyak garam, yakni tekanan darah tinggi, retensi air, dan konstipasi. Oleh karena itu, selama penggunan obat ini harus dilakukan tes darah secara teratur untuk menentukan kadar lithium mengingat dosis terapeutik lithium berdekatan dengan dosis toksik. Bagaimana kerja lithium sebenarnya dalam mengatasi mania belum diketahui secara pasti, diduga ion lithium menimbulkan efek menstabilkan mood dengan menghambat inositol monophosphatase (IMPase) dengan subsitusi satu dari dua ion magnesium pada sisi aktif IMPase. IMPase merupakan enzim yang diyakini sebagai penyebab beberapa gangguan bipolar.<br /><br />Sumber Referensi :<br />Mohsin Yulianto. 2006. Litium . http://www.chem-is-try.org/tabel_periodik/litium/. Diakses tanggal 26 Februari 2010<br />http://id.wikipedia.org/wiki/Litium. Diakses tanggal 26 Februari 2010<br />http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/09/antimania_files_of_drsmed.pdf. Diakses tanggal 26 Februari 2010s<br /><br /><br /> </span>evie mayliahttp://www.blogger.com/profile/08733486436573366975noreply@blogger.com0